Jumat, 23 Desember 2011

Oemar Bakrie Ikut Sunatan Masal

1 komentar
Oleh: Nur Afif E.N., S.Pd.T.


Nasib guru Oemar Bakri sepertinya tidak ada habis-habisnya. Sejak dahulu kala hingga sekarang, sejak jaman sepeda simlek hingga motor fit-x. Jika dikatakan makmur memang sebagian sudah dalam taraf makmur. Terutama dari kalangan guru yang sudah berstatus PNS maupun guru-guru yang parkir di sekolahan-sekolahan yang mengandalkan atau berbasis mutu pendidikan. Begitu juga guru yang memiliki ’sampingan’ di luar jam sekolah. Mereka mampu hidup berkecukupan.
Sementara untuk guru yang berstatus honor di beberapa sekolah luar negeri (baca swasta) lain lagi ceritanya. Beberapa sekolah itu ada yang hanya sanggup beroperasi dengan beberapa kelas dan ditunjang beberapa guru honor. Ada sekolahan gratis yang hanya mengandalkan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan dana tunjangan fungsional (insentif guru) untuk biaya operasional. Dana-dana itu digunakan untuk keperluan pengadaan buku pelajaran sampai gaji guru honor.
Seorang kepala sekolah SLTP luar negeri hanya mendapatkan gaji tidak lebih dari 500.000 rupiah dan itu diterima tiap tiga bulan sekali. Untuk tunjangan fungsional dapat diterima kira-kira dalam waktu enam bulan sekali, besarnya rata-rata tidak lebih dari 100.000 rupiah tiap bulannya. Kondisi ini terjadi di Kota Bandar Lampung.
Rupanya kesedihan Oemar Bakri tidak selesai di situ. Para bapak dan ibu Oemar Bakri hampir seluruhnya mendapat kesempatan untuk ikut sunatan masal. Tak tanggung-tanggung, dana yang nantinya akan digunakan untuk uang gaji yang besarnya tak seberapa dan sangat ditunggu-tunggu masih dipungut upeti saat pengambilan. Sementara pos-pos aliran dana sudah dirancang dan sebagian besar untuk menutup pinjaman di masa-masa menanti upah dari pemerintah atas jerih payah mencerdaskan anak bangsa.
Beberapa hari terakhir ini merupakan hari-hari yang cukup menyenangkan bagi para Oemar Bakri. Pasalnya, ada penerimaan dana tunjangan fungsional guru. Para Oemar Bakri laksana para petani yang sedang menuai hasil panen. Kegembiraan juga dirasakan di pos-pos tempat pengambilan dana. Pasalnya, beberapa dari mereka akan menjadi pemungut upeti dari jerih payah para Oemar Bakri. Ada penghasilan tambahan tentunya.
Para pemungut upeti tanpa rasa malu dan prihatin seperti tikus yang sudah kenyang tapi masih menggerogoti jatah makan para semut. Alhasil dana yang diterima menyusut. Gaji (upah) yang diterima para Oemar Bakri ikut menyusut. Rela atau tidak akhirnya disisihkanlah sebagian dana tersebut sebagai upeti.
Jika ditanya alasan mereka mengambil sebagian dari dana para Oemar Bakri, mereka menjawab, ”Itu kan suka rela, nggak ngasih juga nggak apa-apa”. Ada juga yang beralasan sebagai uang transport. Bagaimana jika tidak ada angpau untuk mereka, yang terjadi selanjutnya adalah dipersulit saat pencairan dana, bisa jadi. Ini semacam bentuk ancaman, padahal dana itu diberikan oleh pemerintah, bukan kantor-kantor tempat pencairan dana.
Artinya, jika tidak ada upeti maka nomor antri jadi lebih besar, jam tunggu tambah molor, sementara aktivitas lain sedang menunggu. Apa sebenarnya alasan para pencatut di kantor pengambilan dana para Oemar Bakri. Apakah mereka tidak digaji, atau memang sengaja dijadikan sampingan dalam pekerjaan mereka, atau memang begini cara mereka mencari kesenangan dan kekayaan dunia?
Mungkin bukan hanya penulis yang merasakan kegetiran para Oemar Bakri, tapi banyak kalangan yang mengerti dan faham situasi seperti ini, namun seolah-olah mereka buta dan tuli. Biar saja, asalkan lahan saya nggak diganggu. Kata mereka. Pemerintah daerah sendiri bagaimana?
Ibarat makanan, dana yang diterima oleh para Oemar Bakri seolah-olah mengalami absorbsi di sana-sini. Diserap sarinya saat berjalan menuju tujuan. Akhirnya ampaslah yang diterima, tak ada kelebihan untuk sekedar bersenang-senang dengan anggota keluarga. Tak ada makanan lezat dan tamasya. Makanan lezat hanya saat kondangan. Tamasya hanya saat study tour, itu pun jika para siswanya berkeinginan mengadakan hajatan di masa akhir pendidikan. Namun, yang ada hanya setumpukan bon utang yang siap untuk dilunasi. Bagaimana guru Oemar Bakri dapat mengganti tas hitam kulit buayanya.
Bayangkan saja, berapa jumlah guru yang mendapatkan tunjangan. Mereka menjadi sasaran empuk oknum-oknum yang sangat rakus, yang dengan teganya mengambil hak saudaranya sendiri. Bahkan mungkin saja orang tuanya sendiri. Apakah mereka tidak merasa berhutang budi kepada para Oemar Bakri yang telah mendidik dan mencerdaskan mereka?
Lewat para Oemar Bakri inilah kemudian banyak tercipta para menteri, banyak membikin otak orang seperti otak Habibie. Profesor, doktor dan insinyur pun jadi.
Pemerintah sejatinya mengetahui kondisi seperti saat ini. Kondisi yang dialami oleh para Oemar Bakri. Kondisi yang menimpa dunia pendidikan. Kondisi yang menindas hak anak bangsa. Kondisi yang dapat mewarnai hitam putihnya mutu pendidikan. Atau pemerintah sudah dibutatulikan oleh laporan oknum-oknum dinas terkait yang memberikan paparan bahwa kondisi pendidikan masih aman dan terkendali. Dinas terkait sudahkah optimal dalam mengurus para Oemar Bakri?
Semua itu baru yang terlihat ketika pengambilan dana, bagaimana perjalanan menuju pos yang terakhir ini. Bisa jadi beberapa persen menguap sebelum akhirnya sampai ke tangan para Oemar Bakri.
Pemerintah yang tahu terima kasih adalah pemerintah yang dapat menghargai jasa para pahlawannya. Tidak hanya mereka yang menyandang senjata yang bergelar pahlawan. Para atlet yang juara juga pahlawan. Apalagi para veteran. Bukankah guru juga seorang pahlawan, katanya mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa.
Dahulu negara tetangga (baca Malaysia) rajin belajar di negeri kita, mereka kembali pulang dan mengaplikasikan yang dipelajari secara jujur dan benar. Hasilnya dapat sama-sama kita ketahui, kondisi masyarakatnya lebih maju –pengalaman dari teman yang pernah berkunjung ke sana-. Dari sektor non pendidikan juga banyak yang mengalami percepatan ke arah positif.
Sebaik dan sebagus apapun bahan yang akan diolah namun jika diolah dalam sistem yang bobrok akan menghasilkan hasil yang bobrok pula. Begitulah hukum alam yang senantiasa berlaku. Buktinya adalah dengan banyaknya kasus korupsi di negeri ini. Wajah Indonesia tertunduk malu, sudah seperti pakaian kumal yang sudah minta disetrika. Kusut seperti dompet kosong yang selalu masuk kantong. Apakah mereka tidak pandai dan cerdas? Apakah mereka tidak tahu hukum? Apakah mereka tidak memiliki hati nurani?
Mereka adalah orang-orang ’super’ yang bertitel. Gelar diperoleh dari bangku pendidikan tak hanya dalam negeri, bahkan tak sedikit yang sekolah ke luar negeri. Tak pernah para guru mengajarkan untuk korupsi, tak pernah ada petuah semacam itu. Meski seorang guru ’abal-abal’ mereka akan tetap mengajarkan hal yang baik-baik, yang jelas agar aibnya juga aman.
Pada kenyataanya (di Indonesia) para murid yang ’sudah jadi orang’ tega-teganya membalas air susu dengan air tuba kepada gurunya. Orang yang dengan suka rela membuka fikiran dari bodoh menjadi pintar, dari awam menjadi faham, dari dungu menjadi tahu, pokoknya dari kondisi serba jelek menjadi kondisi serba baik.
Seiring dengan perkembangan teknologi khususnya di dunia perbankkan, mungkin sekali penggunaan tabungan yang disertai dengan kartu ATM menjadi salah satu solusi. Dana guru sebaiknya ditransfer ke rekening masing-masing sekolah atau langsung ke rekening para Oemar Bakri. Kalaupun ada potongan cukup ongkos transfer dan pajak. Jadi tidak lagi lewat kantor-kantor yang menyediakan para pencatut.
Kebijakan ini tidak harus diarahkan pada perbankkan tertentu, karena akan melahirkan monopoli. Berikan kebebasan untuk menggunakan jasa perbankkan yang menurut mereka layak dan dapat dipercaya. Pemerintah khususnya departeman yang mengurusi pendidikan, cukup memberikan surat keterangan untuk pembukaan rekening baru dengan angka nominal yang tidak memberatkan bagi para Oemar Bakri.
Jadi guru jujur berbakti memang makan hati, itulah teriakan dari Iwan Fals. Tapi mengapa sampai saat ini gaji guru Oemar Bakri seperti dikebiri? Atau memang selalu dikebiri?
sumber :
Harian Lampung Post, 30 Agustus 2008
Continue reading →
Kamis, 22 Desember 2011

SIYAT CASIWAN; Pengusaha Foto yang Sempat Jadi TKI di Korea

0 komentar
Pernak-pernik kehidupan orang yang sukses memang membetikkan decak kagum pada kita. Begitu pula yang dialami oleh Siyat Casiwan dari Indramayu. Kegigihannya dalam bercita-cita tidak sia-sia, meski harus menunda kuliah dan belajar mandiri di negeri orang. Berikut penuturannya:

Berkarir di pegawai negeri sipil (PNS) bagi Siyat Casiwan (32 tahun), jauh dari impiannya semasa remaja. Kuliah pun sempat dihentikannya selama tiga tahun, dan mengadu nasib sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) di Korea.

Casiwan, begitu sapaan akrab Siyat Casiwan, menuturkan, begitu dirinya lulus dari SMA Bangun Indramayu langsung kuliah pada Jurusan Bahasa Inggris di Universitas Swadaya Gunung Jati, Indramayu. Namun kuliah hanya dijalani tiga tahun, kemudian melakoni TKI di Korea selama dua tahun (2008 – 2009) di Pabrik Injection – perusahaan plastik di Korea.

“Saya rela menunda kuliah, karena pengin belajar mandiri dengan mengadu nasib sebagai TKI di Korea selama dua tahun,” kata Siyat Casiwan yang ditemui di sela-sela forum Ramah Tamah Anggota Jaringan TKI Purna Korea di Hotel Topas Galeria, Bandung, Rabu (5/10/2011).

Dari tabungan hasil kerja selama dua tahun di Korea, Casiwan kemudian mulai membuka usaha Studio Foto di kampungnya, Desa Jambe Blok Taluk Rt 03/01, Kecamatan Kertasmaya, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Sedang sebagian tabungannya dipakai untuk biaya meneruskan kuliahnya. Untuk usaha Studio Foto, Casiwan memodali kurang lebih Rp.75 jutaan.

Dari usaha Studio Foto ini, Casiwan tidak segan-segan menawarkan jasa juru potret kepada sesama rekan mahasiswa di kampusnya. “Dimana kita berpijak, disitu periok diletakkan. Yang penting menghasilkan dan halal,” kata Ciswan melontarkan semboyannya. “Lumayanlah dari usaha studio foto ini kuliah S-1 Bahasa Inggris bisa sampai lulus,” tambahnya.

Dengan modal ijazah S-1 Bahasa Inggris itu, Casiwan mulai berpikir prospektif masa tuanya. “Ya, saya mulai berpikir realistis. Di masa tua nanti, saya pengin menikmati pensiun juga sekaligus tetap menekuni usaha di rumah. Karenanya, selagi ada peluang usaha atau kerja yang bisa dijalani, disitulah saya mencoba untuk mengadu kemampuan,” kata Casiwan.

Pada akhir tahun 2009 di Kabupaten Indramayu ada peluang pendaftaran PNS Guru SMA. “Saya ikut mengadu nasib mendaftarkan diri sebagai PNS Guru SMA itu. Ternyata berhasil, saya diterima sebagai Guru Bahasa Inggris di SMAN 1 Sliek, Jatibarang, Indramayu,” ucap Casiwan dengan penuh syukur.

Meski sudah menjadi Guru di SMAN 1 Sliek, Siyat Casiwan mengaku, masih tetap menekuni usaha yang sudah dijalani. Bahkan, sesekali dirinya juga melayani pesanan barang-barang meubeler dari tetangganya.
Dari usaha Studio Foto saja, Casiwan menuturkan, kalau dalam sebulan dirinya bisa mendapatkan pemasukan kurang lebih Rp. 3 juta. Sedangkan untuk usaha barang-barang meubeler hasilnya tidak bisa ditentukan, karena hanya berdasarkan pemesanan saja. “Soal untung, jelas untung. Hanya saja tidak bisa dipastikan nominalnya, karena usaha meubeler bukan menjadi pekerjaan sehari-hari yang dijalaninya,” aku Casiwan.

Sedangkan penghasilan yang pasti, kata Casiwan adalah, dari usaha Studio Foto dan Guru SMA. Menjadi PNS/guru, bagi Siyat Casiwan, merupakan pekerjaan yang tidak pernah diimpikannya. Namun baginya lebih merupakan rizqi ‘nomplok’ yang diterima dengan tidak sangka-sangka. “Begitu ikut tes, langsung diterima,” kata Casiwan.
sumber :
Continue reading →

RASTIKA; Sukses Bisnis Miniatur

1 komentar
“Awalnya sedikit keberuntungan, selebihnya adalah Perjuangan, kemauan dan Kerja Keras..!’” tutur Rastika. Dia seorang guru honor SD yang sukses dalam berwirausaha. Berikut ini adalah kisah suksesnya:

Jalan hidup orang memang tak ada yang tahu. Begitu pun Rastika. Lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) ini malah terjun ke dunia bisnis miniatur gitar, bidang usaha yang bertolak belakang dari cita-cita awalnya menjadi seorang pendidik.

Lelaki kelahiran 1 Mei 1970 ini merintis usahanya pada 1998, tepat pada saat krisis moneter menerpa. Bukan perkara mudah memulai usaha saat badai krisis, sudah begitu tanpa modal sepeser pun di tangan. Pada situasi ini keberuntungan menghampiri Rastika. Seorang pembeli asal Inggris memesan miniatur gitar miliknya sebanyak 100 buah. Pembeli itu langsung membayar tunai di depan. “Saya terima Rp. 900.000,-. Uang itulah yang saya jadikan modal,” kenang Rastika. Kebaikan hati sang pembeli yang oleh Rastika kerap disapa Mr. Morgan itulah rupanya yang membuka jalan usahanya. Dari uang Rp. 900.000,- perjalanan bisnis Rastika dimulai.

Diiringi kerja keras dan keuletan, usaha Rastika dengan bendera Base Aur Craft kini mencapai kejayaannya. Setelah 12 tahun berjalan, Base Aur Craft yang bermarkas di Indramayu, Jawa Barat mampu meraup omzet hingga Rp. 125 juta per bulan. Produksinya pun meningkat tajam. Dari awalnya yang hanya ratusan, Base Aur Craft saat ini telah mampu memproduksi hingga 2.500 buah miniatur gitar per bulan. Selain omzet dan jumlah produksi yang kian meningkat, usaha ayah dua anak tersebut juga makin berkembang. Base Aur Craft juga memproduksi miniatur alat musik lainnya misalnya drum. ”Doa dari keluarga dan semangat saya untuk dapat mandiri membuat usaha saya berkembang baik sekarang,” kanangnya.

Ya, bisa dikatakan penghasilan saya telah mampu melewati penghasilan seorang guru yang menjadi cita-cita saya,” tutur Rastika. Tapi, jangan dikira apa yang diraih pria 40 tahun tersebut dilalui dengan mudah. Semuanya melewati liku-liku kehidupan dengan iringan perjuangan, pengorbanan, tekad bulat,dan kuat menghadapi cobaan.”Semua kegetiran hidup sudah saya alami sebelum sukses seperti sekarang,” aku Rastika. Awalnya pada 1994, Rastika hanyalah seorang buruh di sebuah usaha rumahan yang memproduksi miniatur alat musik gitar. Adalah salah seorang saudara Rastika yang mengajaknya bekerja di usaha miniatur gitar di daerah Bandung.

”Sebelumnya saya bekerja sebagai guru honorer. Tapi karena gaji gak cukup, hanya dibayar Rp. 15.000,- per bulan, akhirnya saya memutuskan pindah kerja,” tutur Rastika. Perpindahan tersebut sebenarnya berat. Rastika harus meninggalkan keluarganya di Indramayu menuju Bandung. Cobaan yang dialami Rastika semakin bertambah ketika tahu bahwa dia baru menerima gaji dua bulan sekali. Per hari Rastika pun hanya mendapat upah Rp. 3.000,-. Dengan penghasilan yang pas-pasan, selama tiga bulan pertama Rastika mengaku hanya makan nasi dengan lauk ikan asin. ”Saya pun sempat sakit selama sebulan,” tuturnya.

Namun, cobaan itu tak membuatnya patah arang. Motivasi untuk membahagiakan keluarga dan mengubah nasib membuat Rastika tetap bersemangat. Dalam benaknya dia justru ingin tahu cara membuat miniatur gitar dari mulai pemilihan bahan, pengecatan, hingga penyelesaian akhir. Jerih payahnya tak sia-sia. Saat perusahaan tempatnya bekerja mengalami kebangkrutan karena salah manajemen, Rastika justru mendapatkan berkah. Sang pembeli yang selama ini menjadi langganan perusahaan tempatnya bekerja memintanya membuatkan 100 buah miniatur gitar. ”Mr. Morgan nama sang pembeli yang saya ceritakan tadilah yang menjadi pembuka jalan usaha saya. Karenanya saya sangat menjaga hubungan baik dengan Mr. Morgan sampai sekarang,” ungkapnya.

Melalui bantuan Mr. Morgan pula hasil kerajinan miniatur gitar Base Aur Craft tiap bulan diekspor ke Inggris dan negara-negara lain seperti Italia, Yunani, hingga menembus pasar Amerika Serikat, selain untuk memenuhi permintaan dalam negeri.

Pada Oktober 2009, Base Aur Craft mendapat pesanan 3.330 miniatur gitar dan 100 set miniatur drum grup musik The Beatles. Untuk menjaga kualitas produknya, Rastika mengaku mempelajari literatur pendukung. Usahanya pun semakin mantap seiring bantuan modal dari Bank Negara Indonesia (BNI). Rastika mengaku awalnya dia mendapat bantuan modal Rp. 225 juta dari BNI. Pada 2009 kucuran modal BNI bertambah lagi ke usahanya, Rp. 125 juta.

Hingga sekarang total bantuan BNI yang sudah disalurkan kepada Rastika mencapai Rp. 500 juta. Selain itu, dia juga mendapatkan pelatihan dan diikutsertakan dalam kegiatan studi banding ke China. ”Saya bersyukur telah mendapat bantuan kredit dari BNI. Tidak hanya dari segi permodalan, tetapi juga pelatihan-pelatihan. Itu penting bagi pengusaha kecil seperti saya,” kata Rastika. Jalan panjang mencapai kesuksesan yang dilalui Rastika membuatnya selalu mensyukuri apa yang sudah didapat. Wujud syukurnya dengan mempekerjakan anak anak putus sekolah di sekitar tempat tinggalnya. ”50 karyawan saya, 30 di antaranya karyawan tetap sebagian besar anak-anak di sekitar tempat tinggal yang putus sekolah,” ujar Rastika.

Anda juga bisa lebih SUKSES..! Perjuangan dan Kerja Keras..! Dengan kemauan bulat! jangan hanya SETENGAH HATI…
sumber :
http://sembarang.info/2010/03/guru-honorer-sd-sukses-jadi-pengusaha/
Continue reading →

PAK IS; Sukses dengan Motor Seken

0 komentar
Kisah tentang seorang guru honor SD, yang begitu gigih dalam mempertahankan hidupnya. Kisah ini ditulis oleh seorang blogger bernama Efri Yaldi. Berikut kisah Pak Is:

Sebut saja namanya Is. Waktu itu, tahun 2003, dia adalah seorang guru SD biasa, masih honor lagi. Tempat mengajarnya lumayan jauh, 30 km dari kota kecil kami. Saya sering berpapasan dengannya ketika saya masih bekerja di kawasan wisata. Yap, beliau pulang kadang jam 11 atau 12 siang. Kembali ke ‘gubugnya’ yang terletak di pertigaan di tepi kota.

Di gubugnya itu, Pak Guru Is dan istrinya berjualan kecil-kecilan. Maklum, posisi strategis. Lumayan juga yang belanja. Soalnya di seberang jalan adalah pondokan putri. Tapi, sejak pondokan itu dijual, warung Pak Is kembali sepi. Saya sering singgah, kadang hanya untuk beli rokok dan ngobrol sebentar sekitar jam 8 malam.
Suatu ketika, saya kebingungan menjual motor butut yang saya beli untuk ngojek. Motor ini sengaja dulunya dipakai untuk menambah penghasilan. Join dengan para pemuda yang nganggur. Hasilnya sih lumayan, tapi karena saya sudah mau pindah ke kota, mau tak mau motor butut ini mesti dijual. Saya coba ke tukang bengkel, tapi harga yang ditawarnya sangat murah. Akhirnya saya curhat ke Pak Guru Is.

Entah mengapa, Pak Is tiba-tiba menawarkan teras warungnya untuk memajang motor saya. “Ntar kalo ada yang beli, Mas saya ketemukan dengan calon pembelinya. Silakan bernegosiasi ya, untuk saya hanya 300 ribu saja,” demikian Pak Guru Is menawarkan jasanya. Sederhana sih. Pak Is hanya menawarkan tempat, dengan komisi yang menurut saya sangat wajar.

Kurang dari 24 jam, sepeda motor itu akhirnya terjual 6,5 juta. Tentu saja saya sangat senang. Padahal, jika saya yang menawarkan ke orang-orang, hanya ditawar 4 juta. Setelah meninggalkan bagian Pak Guru Is, saya pun bersalaman, pamit pindah ke kota yang lebih besar.

Tiga tahun berlalu. Saya rindu ke kota kecil dimana saya pernah tinggal di sana 4 tahun. Sekaligus ingin jumpa teman-teman lama, termasuk Pak Guru Is. Ketika saya singgah, warungnya sudah permanen. Mirip mini swalayan. Teras sederhana yang dulunya hanya semen biasa, telah ditambah dengan kanopi yang lebar. Dan motor-motor ’seken’ yang berjejer menggoda peminatnya untuk singgah. Ada lebih 20 motor. Wah, kegigihan Pak Guru telah menghasilkan bisnis yang dahsyat. Utamanya bagi kami, para karyawan dan pegawai kelas sendal jepit.
sumber :
Continue reading →

MUNTOHA E.S.; Berani Mencoba, Akhirnya Kaya

0 komentar
Alhamdulillah, saya lahir dari keluarga yang melarat. Bagi keluarga orang tua saya, airlah satu-satunya yang gratis, lainnya harus dibeli. Hebatnya, walaupun PNS Golongan II-b, dengan 7 anak, dan tanpa usaha apapun, ayah saya mampu mencetak saya menjadi sarjana pertama ‘wong cilik’ di kampung. Saya bangga dan terus bersyukur, terlebih lagi kedua orang tua.

Namun di balik kebanggaan itu, tebersit penyesalan yang mendalam. “Mengapa saya hanya memilih SPG, IKIP, dan akhirnya hanya menjadi seorang guru? Mengapa tidak SMA lalu menjadi insinyur?” Penyesalan itu terus bertambah, terlebih setelah empat kali tidak lolos tes CPNS (1989—1992). Bagi saya itu pukulan amat berat. Karena semua orang tahu bahwa semasa bersekolah saya selalu mendapat beasiswa.

Anehnya, di balik penyesalan itu, orang tuaku tetap bangga. Setidaknya karena saya tetap bersepatu, meskipun hanya  sebagai guru honorer di SMP-SMA yang ‘la yamutu wa la yahya’ dengan gaji yang pas-pasan untuk membeli bensin buat vespa super butut. Kebanggan orang tua itu menghambat keinginan saya untuk mengadu nasib di negeri seberang.

Akan tetapi, setelah saya melakukan ‘aksi menangis’ selama seminggu, saya pun diperbolehkan merantau. Dengan honorarium dari harian Surya, majalah Mimbar Pembangunan Agama, dan Radio Suara Jerman Deutsche Welle, pada tanggal 10 November 1992 saya berhasil hengkang ke Kaltim.

Betul! Di rantauan itu mata saya makin terbuka, pekerjaan banyak dan bisa saya pilih. Bagai kutu loncat, saya pun pindah-pindah kerja. Empat bulan menjadi Editor Program di sebuah Radio FM, 3 bulan menjadi wartawan, 1 tahun menjadi guru Yayasan Pendidikan Pupuk Kaltim dan dosen Universitas Trunojoyo, dan 2 tahun berikutnya menjadi guru di Yayasan Pendidikan Prima PT. KPC.

Tidak cuma sampai di situ. Sejak 1996, saya pun merantau ke Indonesia Timur dan bergabung dengan Yayasan Pendidikan Jayawijaya milik PT. Freeport di Papua. Akan tetapi, apa mau dikata? Lagi-lagi, perpindahan tempat, selama pekerjaannya tetap guru, ternyata tidak membawa perubahan berarti secara finansial. Guru tetaplah guru. Gajinya tetap segitu-segitu, tidak sebaik nasib karyawan non-guru.

Setelah menyadari kenyataan itu, akhirnya bulan Juli 1998 saya putuskan untuk coba-coba berjualan komputer di rumah. Mula-mula saya membawa beberapa unit komputer untuk memenuhi jatah bagasi pesawat saat cuti. Dengan iklan ala kadarnya, alhamdulillah, jualan saya laris manis. Selang dua tahun berikutnya, saya menyewa toko di tengah Kota Timika. Alhamdulillah pula pelanggan makin banyak dan jualan makin laris.

Melihat usaha saya hasilnya lumayan, seorang sahabat yang baik hati dan tulus (meskipun beliau tinggal di Jakarta) mempercayakan modalnya yang luar biasa besar untuk saya putar. Modal dari sahabat saya itu saya belikan 3 angkot (untuk diversifikasi usaha). Dengan membeli 3 angkot, setidaknya tiap hari ada setoran Rp. 300.000,-.

Kalau toh ada yang harus masuk bengkel salah satunya, yang dua masih bisa jalan dan tetap ada masukan. Itu artinya tungku masih tetap bisa mengepulkan asap. Nah, bisnis angkot ini saya bilang bisnis bodoh karena risikonya relatif kecil (trayeknya cuma dalam kota dan kecepatan 40 km).

Meskipun sudah menjadi guru dan ‘pengusaha’, pikiran saya masih tertarik untuk melakukan diversifikasi usaha lagi, terutama supaya tidak shock menghadapi masa pensiun. Oleh karena itu pula, saya mengajak rekan-rekan guru di manapun mengabdi, ayolah cari income di luar gaji!

Pilihlah bisnis yang risikonya relatif kecil atau bisnis bodoh sebagai langkah awal! Jangan menggantungkan diri pada gaji saja! Apalagi menggantungkan hari tua hanya pada uang pensiun! Jangan! Biarpun rezeki sudah diatur oleh yang diatas (Allah SWT), kita harus tetap melebarkan usaha.


sumber :
Continue reading →

M. FAUZI; Sukses Merintis Lembaga Pendidikan

0 komentar
“Orang yang gagal dan tidak mau berusaha akan mengalami kesulitan dalam menjalani kehidupan.”
Muhammad Fauzi, demikian nama ayah dari dua orang anak yang beristrikan Siti Maryamah. Dulu dia hanyalah seorang guru dengan usaha kecil-kecilan yang dilakukan demi menopang kehidupan keluarganya. Namun sekarang, Fauzi telah memiliki sebuah Lembaga Pendidikan dalam naungan yayasan besar yang membina lebih dari 250 peserta didik berlokasi di dekat tempat tinggalnya di Kelurahan Cilincing, Jakarta Utara.

Perubahan yang terjadi pada Fauzi bukannya tanpa alasan, namun lebih disebabkan karena melihat banyak orang yang gagal dan tidak mau berusaha. Hal itulah yang memacu motivasinya untuk bertekad dan berkeinginan tinggi untuk maju.

Kegagalan bagi Fauzi adalah istirahat sejenak untuk meraih kesuksesan kelak, sehingga tidak ada kata menyerah menghadapi rintangan dalam kamus hidupnya.

Dalam usaha meraih kesuksesan ia menggambarkan beberapa tips agar motivasi itu semakin kuat, diantaranya :

Kita harus mempunyai impian, yaitu apa yang ia cita-citakan harus dipikirkan, diimajinasikan, dibayangkan terlebih dahulu.

Tidak boleh mempunyai friksi atau pikiran yang negatif atau pesimis, seperti halnya orang itu ingin bercita-cita ingin menjadi dokter tetapi ia sudah pesimis dahulu ia berfikir bahwa apakah orang tuanya itu sanggup untuk membiayai ia untuk mejadi dokter sedangkan orang tuanya itu hanya seorang tukang becak. Fikiran tersebut harus di buang jauh-jauh karena akan menghambat kesuksesan kita.

Harus fokus terhadap apa yang ia cita-citakan, artinya saat awal jalan ia bercita-cita ingin menjadi dokter dan menjalaninya hanya setengah jalan, ketika di pertengahan jalan ia berubah fikiran dan ingin menjadi pilot, hal tersebut tidak dibenarkan karena akan menghancurkan tujuan awalnya itu.

Harus yakin, yaitu jangan berfikiran yang negatif dan berpegang teguh pada pendirian terhadap cita-citanya itu, dan yakin bahwa Allah pun akan membantu perjuangan kita.

Dalam perjalanan hidup sebelumnya, banyak hal yang dilakukan oleh Fauzi, diantaranya adalah memasuki lingkungan bisnis Multi Level Marketing (MLM), mempelajari sistem bisnisnya. Selain itu Fauzipun tak segan bergaul dengan orang-orang sukses yang kaya. Di sana ia mempelajari cara berfikir dan proses tindakan yang mereka lakukan untuk mencapai kemakmuran. Tentu saja gaya hidup mereka bukan bagian yang baik untuk ditiru.

Setelah beberapa tahun bekerja dan mendapat kenaikan jabatan, dengan uang simpanan yang dia kumpulkan Fauzi membuka usaha air mineral yang kandungan mineralnya setara dengan air zam-zam. Selanjutnya dengan izin Allah SWT Fauzi bertemu dengan investor yang mau bekerja sama dengannya dalam bidang usaha bio solar, sejenis bahan bakar ramah lingkungan dan hemat energi. Omset penjualan bio solar saat itu mencapai Rp. 10 juta per bulannya.

Selanjutnya dengan kemampuan ekonominya yang mulai meningkat, Fauzi mendirikan yayasan serta lembaga pendidikan tingkat Madrasah dengan bangunan yang terbilang cukup besar.

Impian Fauzi ke depan adalah membangun “Mushola plus-plus”, artinya mushola tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk sholat saja namun di dalamnya juga terdapat perpustakaan yang berisi tentang berbagai macam ilmu pengetahuan serta pengajaran seperti tahfidz Al-Quran dan lain-lain. Impian Fauzi lainnya adalah membangun sebuah lembaga keuangan yang berlandaskan pada syariat Islam yang bisa membantu usaha lemah yang banyak terdapat di wilayah tempat tinggalnya.


sumber :

http://jurnalis-jakut.blogspot.com/2010/04/m-fauzi-guru-yang-sukses.html
Continue reading →

IPUNG TASIFUN; Guru, Pengusaha dan Motivator

0 komentar
Ipung adalah seorang guru SMA yang jeli melihat peluang. Kemauannya yang mulia untuk ikut menyukseskan orang-orang disekitarnya membuat dia makin sukses dalam menggeluti usahanya. Tanpa harus lepas dari tugas mulianya sebagai guru, dia mampu menjadi guru teladan dalam berwirausaha. Kisah lengkapnya demikian:

Sifatnya sebagai seorang guru, tidak luntur ketika Ipung mengembangkan usaha. Ia rajin berbagi ilmu dan memotivasi orang lain untuk giat berusaha. Di dua perusahaannya, ia banyak menampung siswanya yang sudah lulus sekolah.

SUKSES itu bisa membuat orang lain tersenyum. Sukses itu bisa membuka lapangan kerja untuk orang lain. Sukses itu bisa membagi serta menularkan keberhasilan pada orang lain. Jadi, sukses itu tak hanya untuk kita, tapi juga untuk orang lain.

Demikian rangkuman definisi sukses yang keluar dari bibir Ipung, seorang guru, pebisnis dan sekaligus motivator yang tinggal di Bandung, Jawa Barat. Kisah sukses seorang guru hingga mampu membangun dua perusahaan beromset miliaran rupiah dalam setahun.

Pada 1994, berprofesi sebagai guru SLTA membuat Ipung mampunyai banyak waktu luang untuk  mengaktualisasikan dirinya. Rute Yogyakarta-Bandung yang kerap dilalui untuk pujaan hati pun dimanfaatkannya berbisnis kecil-kecilan. Dari Yogyakarta, Ipung selalu membawa hasil kerajinan tangan semisal kain tenun dan batik. Barang griya itu kemudian dijual kembali secara kredit ke relasi Bandung.
Hasil yang lumayanpun diperoleh Ipung. Dan kemudian ia pun berinisiatif bersama rekan seprofesinya untuk berbisnis seraya mengisi waktu luang. Bisnis perdananya waktu itu adalah seragam sekolah. Namun, karena seragam sekolah  hanya ramai mejelang penerimaan murid baru, membuat naluri bisnis mereka semakin tajam ”kita kemudian menjual beragam produk, kadang jualan sepatu, penjepit rambut, apapun yang bisa kita jual kita jual,” kata Ipung.

Namun karena rekannya banyak yang menilai bisnis ini kurang dan hanya membuang waktu saja, banyak diantara mereka yang mundur. Tapi tidak bagi Ipung dan seorang rekannya, ia terus berbisnis. Semangat dan kesabaran itu mulai mendapatkan titik terang pada 1996, ketika mereka bertemu dengan seseorang yang memesan pakaian haji dalam jumlah besar.

Lantaran kurang pengalaman, proyek itu tak berjalan mulus, hajinya sudah berangkat produknya belum selesai semua. Jalan semakin cerah ketika Ipung bertemu dengan sebuah perusahaan baju muslim yang baru merintis usaha. Ternyata busana muslim yang dipasarkan dengan sistem titip jual itu laris manis. Katanya pemicu busana itu laris karena ketika ada televisi yang menanyangkan acara Ramadhan, artisnya memakai busana buatan Ipung.

Sadar keahlian berbisnisnya masih sangat minim, Ipung mengikuti pelatihan berbisnis yang diberikan oleh Departemen Koperasi. Dari sini, ia bertemu dengan PT. Sarana Jabar Ventura. Maka, pengetahuan Ipung soal bisnis pun bertambah luas. ”Kita diajarkan bagaimana cara berbisnis, diajarkan bagaimana administrasi, dan sebagainya, kitapun diajak ikut pameran,” kata Ipung.

Usai digembleng di PT. Sarana Jabar Ventura, Ipung kemudian mejadi mitra binaan PT. Sucofindo. Disini, ia kembali mendapatkan pendidikan bisnis, semisal bagaimana mengurus administrasi, cara pemasaran dan bagaimana cara menginvestasikan diri. ”Bisnis dan diri saya menjadi lebih tertata dan itulah salah satu yang terbaik diberikan PT. Sucofindo, yang tidak ternilai. Karena saya jadi mengerti bagaimana menjalankan usaha yang baik,” imbuhnya.

Selain itu, selama menjadi mitra binaan PT. Sucofindo, Ipung juga sering dibawa ke berbagai pameran, skala nasional dan internasional. Selain bisa mempromosikan dan memasarkan produknya, Ipung pun mendapat wawasan berbisnis yang lebih luas.

Dua perusahaan yang dikelola Ipung, PT. Medani Insan Cemerlang dan PT. Wira Sukma, juga pernah mendapatkan pinjaman berupa dana talangan dari PT. Sucofindo.

Ini merupakan dana yang dibutuhkan anggota binaan yang membutuhkan dana cepat dan bisa mengembalikan dengan cepat pula. Waktu pengembaliannya selama 6 bulan hingga satu tahun. ”Waktu itu PT. Wira Sukma dikasih Rp. 30 juta, yang kedua Rp. 50 juta. Sedangkan PT. Medani yang pertama Rp. 20 juta, yang kedua dana talangannya Rp. 50 juta,” kata Ipung.

Kegigihan Ipung untuk terus belajar dan menangkap peluang, berhasil membuat perusahaannya meraup omset yang cukup besar. Tahun lalu, 2007, omsetnya mencapai Rp. 6 miliar, tahun ini PT. Wira Sukma ditargetkan meraup omset Rp. 9 miliar. Sedangkan PT. Medani, tahun lalu omsetnya mencapai Rp. 4 miliar, dan tahun ini ditargetkan Rp. 6,5 miliar.

Selain berbisnis, keseriusan Ipung menggeluti dunia usaha juga didorong niat mulia. Ia pernah melakukan survey di tempatnya mengajar. Hasilnya, ternyata hanya 20-30 persen siswanya yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Sebagian besar sekitar 70 – 80 persen kembali ke masyarakat.

Mereka inilah yang bakal membutuhkan lapangan pekerjaan, dan oleh Ipung diberikan motivasi untuk diberikan entrepreneur. ”Jadi disekolah fungsi saya ganda, mengajar dan memotivator mereka untuk menjadi entrepreneur dan menciptakan lapangan kerja,” imbuhnya.

Ia menambahkan, dari total karyawan, sekitar 40 persennya adalah mantan siswanya yang setelah lulus langsung bergabung. ”Ada juga yang menjadi rekanan perusahaan kami, itulah yang membuat saya semakin senang dengan bisnis,” ucapnya.

Saat ini Ipung telah berhasil menampung tenaga kerja untuk kedua perusahaan sekitar 39 karyawan lepas. Dan kemudian juga ada vendor semisal tukang sulam yang jumlahnya mencapai ratusan. Itulah sosok Ipung, guru yang menjadi pebisnis, dan kemudian memotivator para siswanya untuk menjadi entrepreneur.
sumber :
Continue reading →

DUDUNG; Dari Es Puter Hingga Layanan Pesta

0 komentar
Berikut ini adalah kisah seorang guru SMA dari Sukabumi. Dia dengan semangat menceritakan bagaimana dia dapat menjadikan dua sisi pekerjaan secara profesional. Simaklah kisah lengkapnya:

Dunia guru  adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupanku sebagai warga masyarakat, dalam tulisan ini saya memiliki keinginan untuk berbagi cerita tentang ‘sisi lain’ kegiatan saya sebagai seorang guru di tengah pengabdian sebagai pelayan masyarakat yang bergerak dalam dunia pendidikan. Semoga kisah saya ini ada manfaatnya, terutama bagi rekan-rekan seperjuangan seluruh guru di Indonesia. Tidaklah dilarang seorang guru untuk memiliki usaha atau profesi lain disamping sebagai guru selama tugasnya sebagai pendidik tidak ‘dirugikan’.

Nilai tambah yang berharga ketika wawasan keguruan dipadu dengan wawasan lain yang memiliki kekhasan tersendiri, yakni duni wirausaha. Berwirausaha dan menjadi guru dapat saling mendukung seandainya didalami dan dikelola secara profesional apapun jenis usahanya. Sosok guru yang memiliki kemampuan entrepreuneur menurut saya memiliki nilai plus , karena pengalamannya ini dapat menginspirasi peserta didik dalam kelas seandainya mereka bertanya dan ada kaitannya dengan wirausaha.

Saya sendiri memiliki jenis usaha sederhana yang berkaitan dengan layanan jasa pesta yakni es krim puter dan es carving. Usaha ini sudah saya rintis sejak tahun 2000 dengan modal awal Rp. 10 jutaan. Syukur pada Tuhan usaha ini sampai hari ini masih berjalan dan terus berkembang, saya berpikir pesta (seperti pernikahan, khitanan dan syukuran yang lainnya) takkan pernah berakhir akan selalu ada.

Konsumen saya adalah mereka yang akan melaksanakan pesta atau hajatan, lebih beruntung lagi setiap kegiatan pesta waktunya sebagian besar adalah pada hari Sabtu dan Minggu. Hari Sabtu dan Minggu tidaklah mengganggu pekerjaan saya sebagai guru, kalau hari Minggu saya dapat langsung memantau karyawan saya bekerja dan hari Sabtu saya hanya mengarahkan saja, saya masih bisa bekerja sebagai guru.

Anak sekolah yang mau belajar bekerja –yang saya ajar di SMA N1 Kota Sukabumi dimana tempat saya mengajar– dapat belajar mencari uang sendiri melalui usaha saya ini. Selain teori dan motivasi tentang  kewirausahaan, saya dapat mengajarkan bagaimanan bekerja, melayani orang lain dan mencari uang di tempat pesta.

Nama usaha yang saya miliki adalah CENDANA WEDDING PARTY dengan alamat Villa Taman Edelweiss No. 37 C Sukabumi Tlp. (0266) 6250468. Banyak hal yang saya dapatkan, kepuasan bathin, pendapatan bertambah, punya karyawan, banyak relasi catering, punya warisan usaha untuk anak-anak saya kemudian. Tidak sedikit rekan seprofesi yang menggunakan produk saya ini, mereka merasa terbantu ketika ada acara pesta keluarga, sebagai bonus saya bersedia secara gratis menjadi  konsultan pesta bila mereka memakai produk saya.
Usaha ini memberikan semangat dan kepercayaan diri yang luar biasa  bagi saya, mengabdi pada dunia pendidikan sebagai guru, berwirausaha untuk keluarga dan membuka lapangan pekerjaan bagi tetangga dekat. Bila saya pensiun nanti usaha saya ini akan setia menemani dan terus berinovasi melayani konsumen sebagai tambang rezeki.

Bagi guru-guru diseluruh Indonesia mari menjadi guru yang profesional mengabdi mencerdaskan bangsa dan ciptakan lapangan pekerjaan untuk bangsa, awali dan mulai hari ini. Pendidikan karakter dan kompetensi entrepreuneur yang akan dimasukan pada kurikulum dunia pendidikan akan menjadi mudah bagi guru yang mengabdi secara profesional plus memiliki jiwa kewirausahan.

Sebagai spirit kepada rekan seperjuangan usaha saya ini tidak mengganggu pekerjaan saya sebagai guru, saya mengajar seperti biasa, saya ketua MGMP Sejarah Kota Sukabumi, saya melanjutkan kuliah di Pasca Sarjana, saya memiliki dua piala dan piagam tingkat nasional bidang keguruan, saya dapat juara 1 Provinsi bidang seni, juara 1 Kota bidang seni. Dengan segala kekurangan dan keterbatasan mari kita untuk ‘ngotot’  melangkah lebih baik memberikan kebermanfaatan bagi semua dimanapun kita berada.
sumber :
Continue reading →

CIPTO SULISTIYO; Sang Milyarder Properti

0 komentar
Cipto adalah seorang mantan Guru Bahasa Inggris. Kemudian dengan kenekatannya, dengan perhitungan tentunya, dia banting setir ke usaha kontraktor. Saat ini dia memiliki Grup Nusuno. Kisah lengkapnya demikian:

Dengan penampilannya yang bersahaja, yang sehari-hari hanya menggunakan kemeja lengan pendek dengan celana panjang, Cipto Sulistyo adalah salah satu pengusaha top di negeri ini. Dia adalah pengusaha properti yang telah membangun banyak properti hunian di banyak kota. Memang namanya tidak setenar Ciputra, Trihatma, atau Rudy Margono. Namun, nama Cipto dengan bendera Grup Nusuno tidak dapat dipandang sebelah mata, banyak proyek kelas menengah yang digarapnya dengan aset rata-rata Rp. 800 miliar.

Di balik kesederhanaannya itu, ternyata Cipto adalah sosok yang workaholic. Kelahiran Jakarta, 3 April 1967 ini mengungkapkan,  seandainya dalam sehari ada 36 jam, ia akan lebih banyak mencurahkan waktu untuk bekerja. Baginya, hidup ini adalah bekerja, bekerja dan bekerja. Dengan kegigihannya itulah, tak mengherankan, ia menjadi orang sukses. Meski tidak dilahirkan dari kalangan keluarga pebisnis, ia mampu membuktikan dirinya bisa menjadi entrepreneur yang cukup diperhitungkan.

Lulusan Sastra Inggris Universitas Nasional, Jakarta, ini sempat mengajar bahasa Inggris di lembaga kursus LIA dan LPIA. Namun, akhirnya ia pindah jalur menjadi entrepreneur. Ketika memulai bisnis, ia menjadi kontraktor, dan kemudian berkembang menjadi developer kini telah membangun tak kurang dari 9 proyek hunian di Jabodetabek. Selain itu, ia memiliki bisnis institusi keuangan (bank perkreditan rakyat/BPR), lembaga pendidikan, minimarket, pabrik cat, toko material bangunan dan percetakan. Cipto menegaskan, ”Di dunia ini tidak ada orang bodoh atau pintar. Yang ada hanyalah orang malas dan rajin. Dan saya merasa tidak malas, sehingga semua pekerjaan bisa dikerjakan oleh orang yang tidak malas”. Ia menambahkan, kunci suksesnya terletak pada tiga hal: kerja keras, fokus pada pekerjaan, plus hoki.

Perjalanan bisnisnya bermula tahun 1990. ”Nusuno itu diambil dari nama tiga orang pendirinya,”ujarnya. Saat usianya 23 tahun, ia bersama dua temannya, Nuzulul Haque dan Danardono, mendirikan Nusuno yang awalnya membidangi jasa kontraktor dan konsultan perencanaan bangunan. Kebetulan kedua temannya yang dulu sama-sama sekolah di SMP 42, Jakarta Selatan. Dengan bergulirnya waktu Nusuno lambat laun menjadi besar yang rata-rata mengerjakan proyek senilai Rp. 4-5 miliar dalam sebulan. Dalam perjalanannya, kedua teman Cipto tersebut tidak aktif dalam pengelolaan perusahaan. Sehingga, dialah yang menjadi nahkoda Nusuno dan selanjutnya menjadi pemilik tunggal.

Setelah sukses menggeluti bisnis kontraktor, Cipto tergiur menjajal bisnis properti. Mula-mula ia melakukan jual-beli tanah dan membangun ruko kecil-kecilan. Tak disangka, setiap transaksi selalu untung. Permodalan diambil dari keuntungan jasa kontraktor sebelumnya. Sayang, masa-masa emas mencetak duit itu tidak berlangsung lama. Tahun 1997, akibat badai krisis moneter, Nusuno limbung dan sempat terlilit utang Rp. 15 miliar.

Boleh dibilang, setelah 1997 itu bisnis Nusuno masih kembang-kempis. Sampai akhirnya Dewi Fortuna datang lagi pada tahun 2000-an. Tepatnya, tahun 2004-2006, saat booming dunia properti. Momentum itu tidak disia-siakan Cipto dengan memberanikan diri membangun perumahan.

Tahun 2004, Nusuno meluncurkan proyek properti perdana dengan skala medium. Namanya, Perumahan Puri Bintara di Bekasi seluas 6 hektare. Jenis rumah yang dipasarkan mulai dari tipe 64 dengan harga Rp. 215 juta/unit. Lagi-lagi Cipto dinaungi hoki: dalam tempo 1,5 tahun, 300 unit rumah ludes diserap pasar. Tak puas cuma menangani Puri Bintara, ia kembali meluncurkan proyek baru bernama Bintara Estate di Bekasi juga. Di atas lahan seluas 1 ha itu, ia membangun town house sebanyak 60 unit dengan harga Rp. 250-700 juta tiap unit, yang juga banyak diminati konsumen.

Cipto makin ketagihan membangun beberapa proyek permukiman. Maka, ia pun kemudian membangun Puri Juanda Regency di Bekasi Timur sebagai proyek ketiga. Dengan lahan 6 ha, perumahan itu terdiri atas 266 unit rumah dan banderolnya Rp. 130 jutaan per unit. Proyek keempatnya, Puri Pakujaya. Perumahan yang berlokasi di Tangerang itu menempati lahan 2,2 ha dan terdiri atas 97 unit rumah tipe 39 seharga Rp. 70 juta/unit. Sementara proyek perumahan kelima adalah Puri Kranji Regency di Bekasi, sebanyak 260 unit dengan luas tanah 4 ha.

Kendati sudah memiliki lima proyek perumahan di Bekasi dan Tangerang dengan skala menengah, Cipto masih haus ekspansi. Sasaran berikutnya adalah membangun perumahan kota mandiri yang menyedot dana lebih gede. Ada dua proyek terbaru: Grand Valley Residence di Depok seluas 33 ha dengan investasi Rp. 1,3 triliun, dan kota mandiri Kalimalang Epicentrum seluas 21 ha dengan investasi Rp. 800 miliar.
Bisnis apartemen juga dibidik Cipto. Sejauh ini setidaknya dua proyek apartemen telah dikembangkan Nusuno. Pertama, Apartemen Square Garden di Cakung, Jakarta Timur. Apartemen ini memiliki empat tower; satu tower terdiri atas 124 unit dengan harga Rp. 109 juta/unit. Yang kedua, Apatermen Eastonia di Jatiwaringin, Pondok Gede, yang berdiri di atas lahan seluas 3 ha.

Mitra bisnis Cipto menilai Nusuno adalah the rising star. Hendra Bujang, misalnya, menganggap Cipto sebagai pengusaha yang punya kemauan keras. “Visi-misi bisnisnya sangat bagus. Saya optimistis Nusuno akan lebih maju dan menjadi the rising star jika tidak ada krisis lagi,” tutur Associate Director Danpac Asset Management itu memuji. Sebelumnya Danpac adalah advisor Nusuno dalam menangani restrukturisasi dan pengembangan bisnis.

Sejauh ini Danpac baru pertama kali melakukan sinergi pembiayaan. Kerja sama yang dilakukan adalah membiayai proyek Apartemen Eastonia senilai Rp. 40 miliar. Adapun total nilai proyek Rp. 70-90 miliar. ”Kami tertarik bekerja sama dengan Nusuno karena banyak potensi. Nusuno juga telah proven lolos dari krisis global. Pertimbangan lain, sektor bisnisnya terkait dengan kebutuhan riil masyarakat, seperti properti, lembaga pendidikan, minimarket dan kesehatan,” Hendra menguraikan.

Hendra juga mengkritik Nusuno. Sebagai private company, kekuasaan masih berpusat di tangan pemilik. Padahal, di luar banyak peluang bisnis yang harus segera ditangani, sehingga prosesnya agak sulit. Jadi, di level manajemen, ia menyarankan, perlu limit tertentu pada kebijakan Cipto. Dengan demikian, sebagian kewenangan penting didelegasikan ke para profesional. Untuk itu, pola manajemen kekeluargaan mesti dirombak.
sumber :
Continue reading →

Sebuah Puisi; Peringatan Hari Ibu

0 komentar
PERJUANGANMU, IBU...

Perjuangan itu tiada henti
Sedari aku kau kandung
Sampai aku dewasa

Kelahiranku kau sambut senyum
Meski sakit dan perih menyayat
Nyawamu kau pertaruhkan
Demi aku, titipan TUHAN

Kau relakan darahmu
demi hidupku
Kau lewatkan malammu
demi nyenyakku
Kau tahan laparmu
demi kenyangku
Kau abaikan sakitmu
demi sehatku
Kau tumpahkan air matamu
demi sayangmu

Kehangatanmu menyelimutiku
Meski najis terpercik
Kau tetap senyum
'Oh... anakku...' kau sapa aku

Ibu, kini aku jauh darimu
Masih selalu kuingat
Belaian kasih sayangmu
Ibu, semua itu masih kurindu

Tak terasa aku telah dewasa
Tapi 41 tahun adalah usia senja
Belum lagi aku membalasmu
Ibu, dengan apa aku membalasmu

Ibu, ampunkan kesalahan nanda
Terimalah bakti nanda
TUHAN, berikan yang terbaik untuknya
Melebihi dari apa yang telah diberikan

Teruntuk Ibu, Zaitun
Jakarta, 22 September 2002
Jam 22:31
Continue reading →
0 komentar

Profil Saya

Saya lahir di Pekalongan Jawa Tengah pada hari Senin Pahing, tanggal 03 Desember 1979. Terlahir dengan nama lengkap saya NUR AFIF EDDY NUGROHO. Lahir dari pasangan berbahagia Zaitun dan Muchidin. Dengan jumlah saudara 3 orang.
               
Pendidikan terakhir di S1 Universitas Negeri Jakarta, pada jurusan Pendidikan Teknik Mesin ’99 – Tamat Maret 2004. SMU di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Wiradesa – Pekalongan, jurusan IPA – Tamat 1998. SMP di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Wiradesa – Pekalongan, Tamat 1995. SD di Sekolah Dasar Negeri 1 Warukidul – Wiradesa, Pekalongan, Tamat 1992.
               
Setamat dari Universitas tidak langsung mengenyam nikmatnya jadi guru. Sebuah perusahaan kendaraan roda empat yang berbendera INDOMOBIL telah menaruh kepercayaan untuk saya menjadi Aftersales Service Manager kendaraan NISSAN untuk ditempatkan di area Lampung (PT. Wahana Persada Lampung; 2005 – 2008).
               
Terjadilah disorientasi. Keinginan untuk menjadi guru lahir tahun 2008, dan akhirnya hingga sekarang. Dan berharap menjadi guru hingga akhir hayat. Diterima menjadi PNS melalui jalur murni (tanpa sogok menyogok, tanpa suap menyuap, tanpa sabotase, tanpa intimidasi) pada tahun 2010. Tugas utama di SMK N Sukoharjo – Pringsewu dan masih menyempatkan diri menjadi tenaga pendidik di SMK 2 Mei Bandarlampung. Mengajar di SMK pada Jurusan Otomotif dan pernah menjadi Dosen di CCABR dengan memangku mata kuliah Basic Mentality (2 tahun).
               
Selain bergerak pada dunia pendidikan pernah juga bekerja pada Penerbit Buku An-Nadwah, Jakarta Timur. Hobi membaca, menulis dan mengkritik. Serta sedikit olah raga dan melawak. Menonton dan mendengarkan Ringgit Purwo (Pagelaran Wayang Kulit). Sangat membenci korupsi dan segala bentuknya.
               
Saat ini, Alhamdulillah, saya dikaruniai seorang pendamping bernama Yenny Thamrin (S.T.P.) yang berdarah Minang. Dan dikaruniai dua orang putri dan putra yaitu Salwa Afifah dan Hiroshi Barnasha.
               
Motto hidup saya adalah “BELAJAR, BELAJAR DAN BE-LA-JAR!”

Kontak saya          
Facebook : Eddy Nuno ; Twitter : @2pakguru ; Email : mail2pakguru@gmail.com ; Web/blog : http://o-bakrie.blogspot.com
Continue reading →

Labels