Jumat, 23 Desember 2011

Oemar Bakrie Ikut Sunatan Masal

1 komentar
Oleh: Nur Afif E.N., S.Pd.T.


Nasib guru Oemar Bakri sepertinya tidak ada habis-habisnya. Sejak dahulu kala hingga sekarang, sejak jaman sepeda simlek hingga motor fit-x. Jika dikatakan makmur memang sebagian sudah dalam taraf makmur. Terutama dari kalangan guru yang sudah berstatus PNS maupun guru-guru yang parkir di sekolahan-sekolahan yang mengandalkan atau berbasis mutu pendidikan. Begitu juga guru yang memiliki ’sampingan’ di luar jam sekolah. Mereka mampu hidup berkecukupan.
Sementara untuk guru yang berstatus honor di beberapa sekolah luar negeri (baca swasta) lain lagi ceritanya. Beberapa sekolah itu ada yang hanya sanggup beroperasi dengan beberapa kelas dan ditunjang beberapa guru honor. Ada sekolahan gratis yang hanya mengandalkan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan dana tunjangan fungsional (insentif guru) untuk biaya operasional. Dana-dana itu digunakan untuk keperluan pengadaan buku pelajaran sampai gaji guru honor.
Seorang kepala sekolah SLTP luar negeri hanya mendapatkan gaji tidak lebih dari 500.000 rupiah dan itu diterima tiap tiga bulan sekali. Untuk tunjangan fungsional dapat diterima kira-kira dalam waktu enam bulan sekali, besarnya rata-rata tidak lebih dari 100.000 rupiah tiap bulannya. Kondisi ini terjadi di Kota Bandar Lampung.
Rupanya kesedihan Oemar Bakri tidak selesai di situ. Para bapak dan ibu Oemar Bakri hampir seluruhnya mendapat kesempatan untuk ikut sunatan masal. Tak tanggung-tanggung, dana yang nantinya akan digunakan untuk uang gaji yang besarnya tak seberapa dan sangat ditunggu-tunggu masih dipungut upeti saat pengambilan. Sementara pos-pos aliran dana sudah dirancang dan sebagian besar untuk menutup pinjaman di masa-masa menanti upah dari pemerintah atas jerih payah mencerdaskan anak bangsa.
Beberapa hari terakhir ini merupakan hari-hari yang cukup menyenangkan bagi para Oemar Bakri. Pasalnya, ada penerimaan dana tunjangan fungsional guru. Para Oemar Bakri laksana para petani yang sedang menuai hasil panen. Kegembiraan juga dirasakan di pos-pos tempat pengambilan dana. Pasalnya, beberapa dari mereka akan menjadi pemungut upeti dari jerih payah para Oemar Bakri. Ada penghasilan tambahan tentunya.
Para pemungut upeti tanpa rasa malu dan prihatin seperti tikus yang sudah kenyang tapi masih menggerogoti jatah makan para semut. Alhasil dana yang diterima menyusut. Gaji (upah) yang diterima para Oemar Bakri ikut menyusut. Rela atau tidak akhirnya disisihkanlah sebagian dana tersebut sebagai upeti.
Jika ditanya alasan mereka mengambil sebagian dari dana para Oemar Bakri, mereka menjawab, ”Itu kan suka rela, nggak ngasih juga nggak apa-apa”. Ada juga yang beralasan sebagai uang transport. Bagaimana jika tidak ada angpau untuk mereka, yang terjadi selanjutnya adalah dipersulit saat pencairan dana, bisa jadi. Ini semacam bentuk ancaman, padahal dana itu diberikan oleh pemerintah, bukan kantor-kantor tempat pencairan dana.
Artinya, jika tidak ada upeti maka nomor antri jadi lebih besar, jam tunggu tambah molor, sementara aktivitas lain sedang menunggu. Apa sebenarnya alasan para pencatut di kantor pengambilan dana para Oemar Bakri. Apakah mereka tidak digaji, atau memang sengaja dijadikan sampingan dalam pekerjaan mereka, atau memang begini cara mereka mencari kesenangan dan kekayaan dunia?
Mungkin bukan hanya penulis yang merasakan kegetiran para Oemar Bakri, tapi banyak kalangan yang mengerti dan faham situasi seperti ini, namun seolah-olah mereka buta dan tuli. Biar saja, asalkan lahan saya nggak diganggu. Kata mereka. Pemerintah daerah sendiri bagaimana?
Ibarat makanan, dana yang diterima oleh para Oemar Bakri seolah-olah mengalami absorbsi di sana-sini. Diserap sarinya saat berjalan menuju tujuan. Akhirnya ampaslah yang diterima, tak ada kelebihan untuk sekedar bersenang-senang dengan anggota keluarga. Tak ada makanan lezat dan tamasya. Makanan lezat hanya saat kondangan. Tamasya hanya saat study tour, itu pun jika para siswanya berkeinginan mengadakan hajatan di masa akhir pendidikan. Namun, yang ada hanya setumpukan bon utang yang siap untuk dilunasi. Bagaimana guru Oemar Bakri dapat mengganti tas hitam kulit buayanya.
Bayangkan saja, berapa jumlah guru yang mendapatkan tunjangan. Mereka menjadi sasaran empuk oknum-oknum yang sangat rakus, yang dengan teganya mengambil hak saudaranya sendiri. Bahkan mungkin saja orang tuanya sendiri. Apakah mereka tidak merasa berhutang budi kepada para Oemar Bakri yang telah mendidik dan mencerdaskan mereka?
Lewat para Oemar Bakri inilah kemudian banyak tercipta para menteri, banyak membikin otak orang seperti otak Habibie. Profesor, doktor dan insinyur pun jadi.
Pemerintah sejatinya mengetahui kondisi seperti saat ini. Kondisi yang dialami oleh para Oemar Bakri. Kondisi yang menimpa dunia pendidikan. Kondisi yang menindas hak anak bangsa. Kondisi yang dapat mewarnai hitam putihnya mutu pendidikan. Atau pemerintah sudah dibutatulikan oleh laporan oknum-oknum dinas terkait yang memberikan paparan bahwa kondisi pendidikan masih aman dan terkendali. Dinas terkait sudahkah optimal dalam mengurus para Oemar Bakri?
Semua itu baru yang terlihat ketika pengambilan dana, bagaimana perjalanan menuju pos yang terakhir ini. Bisa jadi beberapa persen menguap sebelum akhirnya sampai ke tangan para Oemar Bakri.
Pemerintah yang tahu terima kasih adalah pemerintah yang dapat menghargai jasa para pahlawannya. Tidak hanya mereka yang menyandang senjata yang bergelar pahlawan. Para atlet yang juara juga pahlawan. Apalagi para veteran. Bukankah guru juga seorang pahlawan, katanya mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa.
Dahulu negara tetangga (baca Malaysia) rajin belajar di negeri kita, mereka kembali pulang dan mengaplikasikan yang dipelajari secara jujur dan benar. Hasilnya dapat sama-sama kita ketahui, kondisi masyarakatnya lebih maju –pengalaman dari teman yang pernah berkunjung ke sana-. Dari sektor non pendidikan juga banyak yang mengalami percepatan ke arah positif.
Sebaik dan sebagus apapun bahan yang akan diolah namun jika diolah dalam sistem yang bobrok akan menghasilkan hasil yang bobrok pula. Begitulah hukum alam yang senantiasa berlaku. Buktinya adalah dengan banyaknya kasus korupsi di negeri ini. Wajah Indonesia tertunduk malu, sudah seperti pakaian kumal yang sudah minta disetrika. Kusut seperti dompet kosong yang selalu masuk kantong. Apakah mereka tidak pandai dan cerdas? Apakah mereka tidak tahu hukum? Apakah mereka tidak memiliki hati nurani?
Mereka adalah orang-orang ’super’ yang bertitel. Gelar diperoleh dari bangku pendidikan tak hanya dalam negeri, bahkan tak sedikit yang sekolah ke luar negeri. Tak pernah para guru mengajarkan untuk korupsi, tak pernah ada petuah semacam itu. Meski seorang guru ’abal-abal’ mereka akan tetap mengajarkan hal yang baik-baik, yang jelas agar aibnya juga aman.
Pada kenyataanya (di Indonesia) para murid yang ’sudah jadi orang’ tega-teganya membalas air susu dengan air tuba kepada gurunya. Orang yang dengan suka rela membuka fikiran dari bodoh menjadi pintar, dari awam menjadi faham, dari dungu menjadi tahu, pokoknya dari kondisi serba jelek menjadi kondisi serba baik.
Seiring dengan perkembangan teknologi khususnya di dunia perbankkan, mungkin sekali penggunaan tabungan yang disertai dengan kartu ATM menjadi salah satu solusi. Dana guru sebaiknya ditransfer ke rekening masing-masing sekolah atau langsung ke rekening para Oemar Bakri. Kalaupun ada potongan cukup ongkos transfer dan pajak. Jadi tidak lagi lewat kantor-kantor yang menyediakan para pencatut.
Kebijakan ini tidak harus diarahkan pada perbankkan tertentu, karena akan melahirkan monopoli. Berikan kebebasan untuk menggunakan jasa perbankkan yang menurut mereka layak dan dapat dipercaya. Pemerintah khususnya departeman yang mengurusi pendidikan, cukup memberikan surat keterangan untuk pembukaan rekening baru dengan angka nominal yang tidak memberatkan bagi para Oemar Bakri.
Jadi guru jujur berbakti memang makan hati, itulah teriakan dari Iwan Fals. Tapi mengapa sampai saat ini gaji guru Oemar Bakri seperti dikebiri? Atau memang selalu dikebiri?
sumber :
Harian Lampung Post, 30 Agustus 2008

One Response so far

  1. Halo, nama saya Widya Okta. dari Indonesia, saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman untuk sangat berhati-hati karena banyak perusahaan pinjaman penipuan di sini di internet, namun mereka masih asli sekali di antara perusahaan pinjaman palsu.
    Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial dan putus asa, saya punya korban jatuhnya penipuan oleh beberapa perusahaan pinjaman online, karena saya membutuhkan pinjaman perusahaan yang jujur.

    Saya hampir menyerah tidak sampai saya mencari sebuah nasihat dari seorang teman saya yang disebut saya pemberi pinjaman sangat handal Sandra Ovia Badan Kredit yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar USD 900 juta (Sembilan ratus juta INDONESIAH) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dengan tingkat bunga rendah dari 2%. Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa rekening bank saya dan menemukan bahwa nomor saya diterapkan langsung ditransfer ke rekening bank saya tanpa penundaan atau kekecewaan., Karena saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres .

    Yakinlah dan yakin bahwa ini adalah asli karena saya memiliki semua bukti pengolahan pinjaman ini termasuk kartu id, Pinjaman dokumen perjanjian dan semua karya kertas. Saya percaya Ibu Sandra Ovia sepenuh hati karena dia telah benar-benar membantu kehidupan saya. Anda sangat beruntung memiliki kesempatan untuk membaca kesaksian ini hari ini. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan hubungi perusahaan melalui email: (sandraovialoanfirm@gmail.com)
    Anda juga dapat menghubungi saya melalui email saya di (widyaokta750@gmail.com) jika Anda merasa sulit atau ingin prosedur untuk memperoleh pinjaman

    Sekarang, semua yang saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi cicilan pinjaman bulanan yang saya kirim langsung ke rekening bulanan perusahaan seperti yang diarahkan.

Leave a Reply

Labels