Minggu, 19 Januari 2014

Menembus KORAN

0 komentar
Judul               : Menembus KORAN, Berani Menulis Artikel
                          (MENEMBUS KORAN EDISI II)
Penulis             : Bramma Aji Putra
Penerbit           : Easymedia, Yogyakarta
Cetakan           : Pertama, Mei 2012
Tebal               : x + 143 halaman
Harga              : Rp. 25.000,-

Menulis bagi sebagian orang mungkin sebuah aktivitas biasa. Atau mungkin sudah menjadi bagian dari hidupnya. Namun, bagaimana menulis menjadi sarana penuangan ide untuk dapat dinikmati oleh orang banyak? Tentu ide tersebut harus menembus media yang memang terbuka untuk khalayak ramai. Sayangnya untuk ke arah sana tidak segampang menulis surat untuk pacar. Tapi membutuhkan tips dan trik menembusnya.
Kenyataan inilah yang ada di masyarakat, baik dari kalangan awam maupun terdidik. Tidak banyak yang mengetahui tips dan trik untuk menembus koran. Pelbagai alasan dilontarkan, sehingga tulisan tidak tandas di tangan para redaktur. Yang lebih dahsyat lagi, tidak semua dosen, guru atau pun praktisi pendidikan mampu menuangkan ide di kepalanya dalam bentuk tulisan. Apalagi untuk menembus kokohnya benteng sebuah surat kabar.
Seseorang yang kaya akan ide akan merasa puas hanya dengan idenya diketahui banyak orang. Sebenarnya alasan kecil ini sudah cukup menjadi pemicu agar seorang produktif menuangkan gagasan briliannya ke sebuah koran. Baik lokal syukur-syukur mampu merangsak ke media nasional. Adalah Bramma Aji Putra, seorang anak muda kreatif, membeberkan bagaimana “Menembus KORAN, Berani Menulis Artikel”. Di usianya yang baru menginjak 27 tahun mampu menorehkan penanya di beberapa surat kabar.
Bukunya yang kedua ini menjadi jurus pamungkas yang patut diterapkan bagi Anda dan saya. Banyak komentar positif yang dilontarkan oleh pembaca buku pertama (MENEMBUS KORAN EDISI I) yang berjudul “Menembus  Koran, Cara Jitu Menulis Artikel Layak Jual”. Penyajian antar bab diawali dengan lead motivasi dari tokoh-tokoh kenamaan di bidang kepenulisan, baik dalam negeri maupun luar negeri. Tidak ayal, tulisannya mampu menggetarkan dada pembaca dan selalu ingin menggerakkan tangan untuk segera menulis.
Disajikan sebuah motivasi menulis. Dikatakan bahwa menulis ibarat merangkai beberapa potong kain perca. Mudah, dan hasilnya gemilang. Ide-idenya banyak yang diawali dari pengumpulan artikel-artikel koran dan buku-buku kemudian dituangkan dalam tulisan. Akhirnya sebuah karya terpampang di koran. Tidak terbatas, meski kegiatan di pulau Jawa, namun artikel sanggup menembus pulau lain. Surat kabar lokal di daerah lain, itulah tepatnya. Herannya, padahal penulis tidak pernah melihat medianya. Itulah yang dipraktikkan oleh Bramma Aji Putra.
Salah satu lead yang saya sukai adalah, “Menulis, Satu-satunya Cara Agar Tetap Waras”. Lead ini mampu menghipnotis saya secara pribadi. Sangat layak buku ini menjadi koleksi Anda. Apalagi Anda adalah seorang pendidik, khususnya seorang guru mata pelajaran Bahasa Indonesia. Saya kira buku ini menjadi wajib untuk dimiliki.

Tak ada gading yang tak retak. Istilah untuk ketidaksempurnaan sebuah karya. Buku ini juga masih ada yang kurang. Selalu saja diajarkan mudahnya menembus koran, sayang sekali tidak ada trik bagaimana agar artikel tidak ditolak. Baik dari segi pengiriman maupun tata tulisnya. Jika perlu tiap bab dalam buku ini juga ditambahkan karikatur yang cukup mewakili isi tulisan.₪
Continue reading →

MENGEMAS MATERI SERIUS DENGAN GUYONAN

0 komentar
Kamis, 17 Januari 2014

Hari ini aku masuk jam pertama dari 6 jam seperti biasanya. Sebuah buku bacaan aku tenteng ke dalam kelas. GURU GOKIL MURID UNYU, begitu judul buku ini. Ditulis oleh seorang guru senior dari SMA Kolese Jhon De Britto, J. Sumardiata.

Jadwal hari ini adalah latihan Merangkai Lampu Kepala dan Lampu Tanda Belok. Sebagian mengukur komponen Motor Starter. Sejenak aku ingin menyampaikan sejengkal dari bagian buku yang aku bawa. Anak-anak sejenak memasang telinga.

Sub BABnya demikian, MENGEMAS MATERI SERIUS DENGAN GUYONAN, halaman 38-39 (303).

"Apa perbedaan sekolah dengan kehidupan? Di sekolah, sesudah belajar kamu diberi soal ujian. Dalam kehidupan kamu diberi ujian yang mendidikmu dengan pembelajaran." --Susan Shumsky

"Kang, Iteung telat sebulan. Kita bakal punya bayi," ujar si Iteung kepada Kabayan, suaminya. "Tapi, jangan bilang-bilang orang lain dulu, yah, Kang, takut tidak jadi. Nanti malah malu-maluin."

"Siap, Agan," kata si Kabayan.

Besoknya tukang tagih dari PLN ketuk-ketuk pintu. Begitu dibuka, tukang tagih ngomong, "Bu, Ibu sudah telat sebulan."

"Dari mana Bapak tahu?" tanya si Iteung.

"Kan ini ada catatannya di PLN."

"Ha? Masa sampai dicatat PLN?" si Iteung tidak habis pikir.

Besoknya Si Kabayan melabrak kantor PLN. "Bagaimana mungkin PLN sampai bisa tahu istri saya telat sebulan?"

"Sabar, Pak. Kalau Bapak mau catatannya dihapus, Bapak tinggal bayar tagihannya."

"Kalau saya tidak mau bayar?" tanya si Kabayan.

"Punya Bapak akan kami putusin," jawab petugas PLN.

"Gila. Punya saya mau diputusin? Kalo istri saya di rumah lagi butuh, terus mau pakai apa?"

Petugas PLN menjawab, "Ya terpaksa pakai lilin!"

Kabayan menyemburkan serapah, "Dasar PLN gila!"

Petugas PLN tidak mau kalah, "Bapak lebih tidak waras. Gitu saja ditanyakan ke PLN."

--~!@#$%^&*()_+<>?:"--

Anak-anak sontak ketawa. Pelajaran dilanjutkan. Satu orang menjadi ajudan guru, satu orang menjadi asisten guru. Proses selesai hingga jam ke-6. Tanpa ada kucuran darah dan tulang-tulang yang patah.

Ternyata belajar Kelistrikan Otomotif itu mudah...
Continue reading →
Kamis, 16 Januari 2014
0 komentar
Waduuuh..., dua hari nggak nulis diary. Bisa kena marah sama sang pelatih nich. Mau jadi penulis kok nunda-nunda...! Paling-paling itu yang mau diocehin sama pelatih kita... (mau nggak ya, mbak Sofie jadi pelatih menulisku? atau mbak Asma sekalian...) Nulis dulu achhh, dari pada nggak nulis. Mendingan terlambat dari pada nggak sama sekali (semboyan persatuan para pemalas)...

Rabu, 15 Januari 2014

Pagi baru menjelang. Rencananya hari ini ada kegiatan Kunjugan Industri ke PT. Coca Cola Amatil Indonesia wilayah Sumatra Bagian Selatan. Semua panitia dan guru pendamping sudah aku SMS-in. Intinya mereka harus sudah kumpul dan mulai berangkat jam 7 pagi. Soalnya di lokasi sudah ditunggu jam 9. Maklum, jarak yang lumayan jauh dari sekolah ke industri. Dari SMK N Sukoharjo - Pringsewu ke Tanjungbintang - Lampung Selatan. Perjalanan kira-kira akan makan waktu 3 jam.

Karena lokasi rumahku yang jauh dari sekolah, 2 jam perjalanan pakai angkot/bis, maka aku putuskan untuk menunggu di terminal penitipan motor di Kemiling. Sudahlah, sudah jam 8 belum ada kabar sudah berangkat apa belum. Mendingan datang duluan daripada ditinggalin.

Benar saja, sesampainya di terminal ada kabar bahwa bis sudah meluncur jam 8.15-an. Berarti aku masih ada waktu 1 jam lagi untuk menunggu bis. Beberapa buku sudah aku siapin untuk menemaniku dalam kesendirian menunggu datangnya 'pesawat' sewaan dengan sopir ber-SIM B1. Ada buku mbah Asma, buku mbak Sofie, dan buku baru tulisan dari J. Sumardianta. Gila orang-orang ini, mereka bisa eksis dengan hanya sebuah, dua buah atau lebih buku karya mereka. Nggak perlu jadi presiden untuk hebat. Kecuali Butet Kertarajasa yang banyak memiliki karya yang salah satu julukannya adalah Presiden Dongeng.

Terlihat sosok gelandangan. Aku tawarkan Pagoda Pastiles kepadanya. Awalnya nolak, tapi mau juga akhirnya. Begitu tangannya nyelonong, karuan saja aku tarik, Tangannya yang kotor jangan sampai masuk ke dalam kaleng permen menyengar mulut itu. Bukannya bermaksud menghina, tapi memang tangannya kotor. Takut kalau-kalau kencing nggak cebok, hih.... Akhirnya aku ambilkan saja. Aneh pikirku, makan permen kayak makan krupuk saja. Dikunyah, 'klethak... klethuk...', bener-bener ni bocah. Umurannya sekitar 18-an. Tingginya kira-kira 150-an.

"Mas..., sttstt..." aku pikir suara apa. Anak gelandangan tadi menempelkan jari telunjuk dan jari tengah ke bibirnya. O... anak ini rupanya yang manggil-manggil. Sepertinya dia minta rokok. Aku mendadahkan tangan ringan, "nggak ngerokok..." sahutku. Seandainya dia tahu kalau pria sejati tidak ngerokok, tapi di........?

Aku jadi berpikir, orang kurang waras terus gelandangan pula, kok nggak lupa ya sama rokok, padahal dia lupa sama dirinya sendiri, keluarganya, ke'malu'annya dan segala sesuatu yang dia lupakan. Duh Gusti...!

***

Perjalanan di dalam bis seperti diskotik, seperti tempat karaoke. Hingar bingar dengan suara nyanyian 'nggak bekelas'. Sopinya nggak tahu kalau penumpanggnya semua kaum terpelajar. Sungguh, musik mencerminkan siapa pendengarnya. Artinya kualitas pendengar akan sesuai dengan kualitas yang didengarkan.

Gerakan bis makin kencang. Seperti tak kenal dengan polantas. Hingar bingar tak mau berhenti. Udahlah, yang waras ngalah. Tikungan demi tikungan kami lewati. Sambil diiringai terjangan hujan dan belaian gerimis. Sesekali diterpa lembunya sapaan sang bayu. Tiba-tiba...,

"Huek..., huek...."  Sepotong anak manusia mengeluarkan beberapa ons isi perutnya. Untung dia tadi nggak sarapan kodok. Kerudung satu-satunya yang dibawa basah oleh muntahan. Beruntung anak ini, pasalnya di depannya duduk Bu Lyna yang ternyata membawa kerudung candangan.

Goncongan makin keras. Penumpang seperti dilempar ke kanan dan ke kiri. Jalan rusak dibiarkan saja. Konflik kepentingan tidak membawa kebaikan untuk warga negara. Khususnya masyarakat Lampung. Pemerintah Kota bilang begini. Pemerintah Provinsi bilang begitu. Aku menilai, bahwa kedua pemerintah daerah hanya bermanis-manis di depan rakyat. Padahal mereka seharusnya membela kepentingan rakyat. Termasuk salah satunya adalah perbaikan jalan. Cacat sudah keharmonisan yang diagung-agungkan dalam kampanye-kampanye mereka.... Huh..., kecewa aku.

Selama di perjalanan, terlihat dua buah truk terjerembab ke dalam kubangan air. Nggak tanggung-tanggung lebarnya ngangaan jalan aspal yang rusak. Mungkin kalau ada pembudidaya ikan, mereka akan mengembangkannya menjadi tambak-tambak ikan lele. Kemana pemerintah selama ini. Buta, kan punya kuping. Tuli, kan punya otak. Mikir...., capek dech..., buat ngganti modal 'nyalon' saja masih keteter.

Udahlah, mendingan konsen ke Coca Cola saja.

***

Acara setahap-demi setahap. Guide-nya ternyata nggak bisa masuk kerja hari itu. Katanya abis opname. Semoga lekas sembuk mbak Pipit.

Pak Joko mewakili. Menerangkan kandungan Coca Cola, cara pembuatan, cara pengisian, cara pendistribusian, cara pengolahan air limbah, hingga selesai. Satu hal yang mencerminkan pabrik Coca Cola memang berstandar Internasional adalah diterpakannya ISO. Juga pengolahan limbah yang sesuai dengan peraturan pemerintah. Lain sekali dengan pengusaha-pengusaha lokal, cuek bebek. Sering kita jumpai limbah sudah menghiasi sungai-sungai, menumpuk, memupuk enceng gondok untuk tumbuh subur. Merekalah orang-orang yang katanya mengaku sebagai anak bangsa. Atau anak b-a-n-g-s-a-t? Yang rela menggerus dan merusak alam rumah tinggalnya sendiri. Hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, anak, dan cucunya yang sama-sama kurang akal. Mereka berpikir akan aman dengan kekayaan mereka, dunia milik mereka. Mereka berpikir akan aman dari pertanyaan Malaikat Penjaga Kubur. mungkin mereka akan menyogokknya...! Naudzu billah.

Inilah potret tarik menarik dalam perpolitikan negeri ini. Mereka busuk meski tampak alim. Mereka kasar meski tampak santun. Mereka rakus meski tampak bersahaja. Duh Gusti, jangan Kau azab negeri ini gara-gara ulah 'mereka'...!

Hujan terus berlanjut, meski sudah puas minum Coca Cola dan Frestea tetap saja hujan nggak mau berhenti. Ada satu kalimat dalam papan depan ruang pertemuan. NO CHANGE NO PROGRESS, 'Tiada Kemajuan Tanpa Perubahan'.

Siiip, Mantaaabz, Lanjuttt, biarkan tikus-tikus kantor negeri ini terjebak oleh jebakan tikus yang mereka buat sendiri.
Continue reading →
Selasa, 14 Januari 2014

Albert Einstein

0 komentar

Albert Einstein, dilahirkan di Ulm, Kerajaan Wuettemberg, Prusia Raya (sekarang Jerman) pada tanggal 14 Maret 1879. Beliau terlahir sebagai putra sulung dari pasangan Hermann Einstein dan Pauline Koch. Ayahnya berprofesi sebagai pedagang kasur bulu. Pada tahun 1980 bisnis ayahnya mengalami kegagalan.

“Di tengah kesulitan selalu terdapat kesempatan. Orang yang tidak pernah berbuat salah adalah orang yang tidak pernah melakukan sesuatu.”
[Albert Einstein]

Keluarga Einstein pindah ke Munich. Di kota ini Hermann dan adiknya mendirikan perusahaan instalasi gas dan air.
Di waktu kecilnya Albert Einstein nampak terbelakang karena kemampuan bicaranya amat terlambat. Wataknya pendiam dan suka bermain seorang diri. Bulan November 1981 lahir adik perempuannya yang diberi nama Maja. Sampai usia tujuh tahun Albert Einstein suka marah dan melempar barang, termasuk kepada adiknya.
Minat dan kecintaannya pada bidang ilmu fisika muncul pada usia lima tahun. Ketika sedang terbaring lemah karena sakit, ayahnya menghadiahinya sebuah kompas. Albert kecil terpesona oleh keajaiban kompas tersebut, sehingga ia membulatkan tekadnya untuk membuka tabir misteri yang menyelimuti keagungan dan kebesaran alam.
Meskipun pendiam dan tidak suka bermain dengan teman-temannya, Albert Einstein tetap mampu berprestasi di sekolahnya. Raportnya bagus dan ia menjadi juara kelas. Selain bersekolah dan menggeluti sains, kegiatan Albert hanyalah bermain musik dan berduet dengan ibunya memainkan karya-karya Mozart dan Bethoveen.
Albert menghabiskan masa kuliahnya di ETH (Eidgenoessische Technische Hochscule). Pada usia 21 tahun Albert dinyatakan lulus. Setelah lulus, Albert berusaha melamar pekerjaan sebagai asisten dosen, tetapi ditolak. Akhirnya Albert mendapat pekerjaan sementara sebagai guru di SMA. Kemudian dia mendapat pekerjaan di kantor paten di kota Bern. Selama masa itu Albert tetap mengembangkan ilmu fisikanya.
Tahun 1905 adalah tahun penuh prestasi bagi Albert, karena pada tahun ini ia menghasilkan karya-karya yang cemerlang. Berikut adalah karya-karya tersebut:
Maret: paper tentang aplikasi ekipartisi pada peristiwa radiasi, tulisan ini merupakan pengantar hipotesa kuantum cahaya dengan berdasarkan pada statistik Boltzmann. Penjelasan efek fotolistrik pada paper inilah yang memberinya hadiah Nobel pada tahun 1922.
April: desertasi doktoralnya tentang penentuan baru ukuran-ukuran molekul. Einstein memperoleh gelar PhD-nya dari Universitas Zurich.
Mei: papernya tentang gerak Brown.
Juni: Papernya yang tersohor, yaitu tentang teori relativitas khusus, dimuat Annalen der Physik dengan judul Zur Elektrodynamik bewegter Kurper (Elektrodinamika benda bergerak).
September: kelanjutan papernya bulan Juni yang sampai pada kesimpulan rumus termahsyurnya: E = mc2, yaitu bahwa massa sebuah benda (m) adalah ukuran kandungan energinya (E), c adalah laju cahaya di ruang hampa (c >> 300 ribu kilometer per detik). Massa memiliki kesetaraan dengan energi, sebuah fakta yang membuka peluang berkembangnya proyek tenaga nuklir di kemudian hari. Satu gram massa dengan demikian setara dengan energi yang dapat memasok kebutuhan listrik 3.000 rumah (berdaya 900 watt) selama setahun penuh, suatu jumlah energi yang luar biasa besarnya.
Tahun 1909, Albert Einstein diangkat sebagai profesor di Universitas Zurich. Tahun 1915, ia menyelesaikan kedua teori relativitasnya. Penghargaan tertinggi atas kerja kerasnya sejak kecil terbayar dengan diraihnya Hadiah Nobel pada tahun 1921 di bidang ilmu fisika. Selain itu Albert juga mengembangkan teori kuantum dan teori medan menyatu.
Pada tahun 1933, Einstein beserta keluarganya pindah ke Amerika Serikat karena khawatir kegiatan ilmiahnya –baik sebagai pengajar ataupun sebagai peneliti– terganggu. Tahun 1941, ia mengucapkan sumpah sebagai warga negara Amerika Serikat. Karena ketenaran dan ketulusannya dalam membantu orang lain yang kesulitan, Albert ditawari menjadi presiden Israel yang kedua. Namun jabatan ini ditolaknya karena ia merasa tidak mempunyai kompetensi di bidang itu. Akhirnya pada tanggal 18 April 1955, Albert Einstein meninggal dunia dengan meninggalkan karya besar yang telah mengubah sejarah dunia.

Meskipun demikian, Albert sempat menangis pilu dalam hati karena karya besarnya –teori relativitas umum dan khusus– digunakan sebagai inspirasi untuk membuat bom atom. Bom inilah yang dijatuhkan di atas kota Hiroshima dan Nagasaki saat Perang Dunia II berlangsung.

Sumber: Buku BTW#1
Continue reading →

Trio Bujang Ngelakar

0 komentar
Senin, 13 Januari 2014

Sore jam 17.42 kelas aku bubarin. Suara gaduh di luar sangat mempengaruhi anak-anak di dalam kelasku. "Pak Pulang Pak", "Wayahe-wayahe...!", begitu kira-kira celetukan anak-anak. Seperti biasa, selesai doa anak-anak menyalamiku. Yang nggak mau salaman "tak sepatani" (aku doain) nggak naik kelas. Terpaksa mereka menyalamiku. Mereka berebut tanganku yang belum 100% persen sembuh dari kecelakaan 6 bulan lalu.

"Yan, pulang yuk?" seruku pada Wayan. Seorang guru muda, energik, mahasiswa S2 di Unila.

"Ya mas..." tangannya menyambut tangankku untuk salaman. Hahhh..., apa masalahnya si Wayan mencium tanganku. Murid bukan, adek bukan. "Semoga pikiran baik datang dari segala arah", kata si Wayan.

Terlihat juga Mono dan Agil sedang menunggu habisnya anak-anak keluar sekolah sambil mendorong motornya. Aturan yang ketat, tidak boleh ada suara bising knalpot di lingkungan sekolah. KECUALI KNALPOT GURU. Agil terlihat sibuk menarik kartu parkir mbantuin Mas Tarjo. Satpam sekolah yang pernah gagal untuk menjadi ABRI.

Wayan, Mono, dan Agil. Trio Bujang, ungkapan yang pas buat mereka. Jam tanganku sudah membentuk angka 5:56, sebentar lagi magrib. Males rasanya untuk segera pulang. Melihat Trio Bujang masih tegak di teras ruang guru. Motor Varioku tak dorong ke arah mereka. "Mie Suroboyo Pak Dhe yuk...?" ajakku kepada mereka.

"Waah..., kayaknya ada yang mau nraktir makan nih...?" kata Mono sambil tersenyum mengharap. Jidatnya yang kehitaman menunjukkan rajinnya dia sholat. Masih muda memang, kira-kira 9 tahun di bawahku. 

"Ayo kalo mau...!" jawabku. Akhirnya Wayan dan Agil pun tergerak. Kami berempat bergeser dari sekolah menuju lokasi Pak Dhe penjual Mie Suroboyo. Kira-kira 7 kilo dari arah kami mengajar. Rasa-rasanya seperti 'ngemong' sore itu.

Apes, atau untung buatku. Pasalnya Pak Dhe nggak jualan. Mungkin dikarenakan besok hari libur Peringatan Maulid Nabi. Beruntung, ternyata mereka, Trio Bujang, hendak besuk Asror, salah satu guru terbaik di sekolah kami yang telah menghantarkan seorang siswa untuk juara Olimpiade Fisika Terapan hingga tingkat Nasional. Malaria dan DBD kata mereka. 

***

Sesaat setelah sholat magrib, aku, Mono dan Agil kembali ke ruang 319. Wayan nggak ikut sholat. Agil, sosok guru berpostur kecil, lucu (bisa ngelucu) menurutkan kepada kami. Sambil menghibur Asror:

Satu hari, ada beberapa guru nggak hadir pada jam mengajar pagi. Tentu mereka bukan malas-malasan untuk menunaikan kewajiban mereka. Kondisi kelas beberapa di antaranya kacau. Maklum, anak-anak SMT swasta. Kaki pada diangkat di atas meja.

Tentu kondisi seperti ini tidak diharapkan oleh siapa pun. Termasuk kepala sekolah. Dasar lagi apes, ada salah satu kelas yang kacau beliau. Kelas salah seorang guru yang memang nggak bisa hadir hari itu. Kepala sekolah terlihat marah. Anak-anak kena semprot. Gurunya? Nggak dong, kan nggak hadir brow...

Nggak berapa lama, Agil bertemu dengan kepala sekolah. Agil pun nggak malu-malu tanya kepada pimpinannya. "Ada apa Pak...?" tanya Agil agak ketakutan melihat mimik pimpinannya.

"Ini gimana, masa anak-anak kakinya pada diangkat. Memangnya ke mana gurunya?" jawab kepala sekolah. 

"Sudah ijin Pak," jawab Agil. Sebenarnya dia tahu, kalau kepala sekolah sudah menerima informasi bahwa ada beberapa guru nggak masuk hari ini.

"Saya alpain semua...!!?!?" desak kepala sekolah.

"Siapa Pak, anak-anak dialpa semua...?" Agil terasa kaget. Waduh bisa gawat ini...

"Bukan," kata kepala sekolah. "Guru-guru yang nggak masuk itu saya alpain semua," seru kepala sekolah kemudian.

Agil terbahak-bahak nggak sanggup mengingat kejadian itu. Dia bilang sebenarnya waktu itu juga mau rasanya ketawa seperti sekarang. Cuma nggak enak saja sama kepala sekolah.

Waduh, bisa lebih gawat ini. Ada guru yang dialpain gara-gara nggak masuk. Padahal mereka nggak bolos lho. Cuma nggak masuk. Kalau murid, itu baru bolos namanya...
Continue reading →

Gara-gara Sofie Beatrix

0 komentar
p4k-- Mungkin ini adalah DIARY pertaku. Nggak tahu apa alasannya tiba-tiba ingin menulis diary. Bisa jadi karena kejenuhanku melewati sisi-sisi gelap kehidupanku. Bisa jadi karena sudah tidak ingin menumpahkan kesedihanku pada orang lain. (Padahal cuma kekasihku yang tahu masalah-masalahku, selain Gusti Alloh tentunya).

Ahad, 12 Januari 2014

Rasa capek nggak menyurutkanku untuk kembali memainkan tuts pada keyboard 'Logitech' di kamar kerjaku. Entah setan mana yang merasuki pikiranku saat melihat beberapa tumpukan buku di atas dipan mbak Awa. Ada keinginan untuk mengulang kembali beberapa bacaan yang sudah lewat jauh setahun yang lalu. Tiga buku turun ke atas kasur. KITAB WRITER PRENEUR, tulisan Sofie Beatrix kembali menusuk alam pikiranku. Aku membelinya tanpa sengaja pada akhir-akhir tahun 2012. Memang sudah cukup lama terlupakan. Pasalnya doi 'Sofie Beatrix' pernah menolak buku yang aku kirim ke Asa Media. Nggak apa-apa lah, mungkin ada yang tertinggal dari bacaanku dulu.

Malam telah melewati jam 00.00, sudah pagi rupanya. Mata masih sulit dipejamkan, padalah besok harus berangkat kerja. Harus ikut upacara bendera sebagai wujud syukur atas nikmatnya merdeka (meski baru merdeka secara fisik). Kita kecil bergambar kepala-kepala siapa, nggak tahu. Terlupakan karena ada beberapa buku yang baru yang belum dibuka dari segel plastiknya. Bahkan capnya pun masih jelas terlihat logo tempat aku membeli buku. A.S. Laksana, wooow..., keren manusia yang satu ini. Sejenak setelah membaca sinopsis dan biodata penulisnya. Ini harus dipaksa tidur. Di luar dingin, maklum hujan sepekan ini begitu memanjakan insan-insan yang memang sudah manja sejak lahir. Tidur dulu ah....,

"BISMIKA ALLAHUMMA AHYA, WA BISMIKA AMUUT"

***

Senin, 13 Januari 2014

Pagi menjelang, seperti biasa 'Monday Habbitually' siap-siap untuk upacara. Hujan sejak subuh tadi, sempat menggelayuti pikiran untuk urung ke kantor. Maklum, untuk perjalanan saja butuh 120 menit kira-kira. Pasca tragedi 26 Juli tahun lalu, sangat berpengaruh pada lamanya perjalanan. Kitab Penulis ala Sofie Beatrix sudah dipastikan masuk ke dalam ransel. Ransum ala kadarnya untuk ganjal perut biar nggak lapar-lapar amat.

Dingin AC bus kian menggigit tulang. Untung saja ada selembar jaket parasut melapisi baju kebesaran PNS-ku. Duduk di samping kanan seorang kakek berpenampilan 'Jaula', nggak tahu siapa namanya. Jenggotnya panjang, warna kulit muka kehitaman, peci melekat di kepalanya, dan sepasang kaca mata nangkring di atas hidungnya yang nggak terlalu mancung.

Di depan duduk seorang wanita cantik, muda, berjilbab. Sesekali mata kami bertemu dalam suasana dingin, lebih dingin dari AC bus pariwisata jurusan Kota Agung. O yaa..., baru ingat, ada sepotong Kitab Penulis di ransel bagian depan. Pikirku, daripada lihat-lihat 'perempuan lain' mendingan lihatin tulisan Sofie Beatrix.

Sebenarnya kitab ini sudah khatam aku baca. Sebagiannya memang menyemangati dan memaksa untuk menulis. Kali ini terbukti, apa yang dikatakan oleh para 'alim. Bahwa untuk paham dengan suatu ilmu harus mengulangnya. Hati saya sangat 'greng' untuk segera mencoba menulis. Ini hasilnya. Semangatnya beda dengan bacaanku tahun lalu. Nggak peduli dengan lantulan lagu-lagu Rinto Harahap yang menemani perjalanku pagi itu. Sengaja sopir memutarnya, mungkin dia punya kenangan dengan lagu-lagu bokapnya mbak Caludia ini. Bodo' lah....

Sampai di BAB 4. Ada sebuah tantangan di halaman 24 untuk membuat sebuah DIARY. Padahal seumur-umur nggak mau atau males untuk buat sebuah cerita hidup. Aku pikir nggak apa-apa, itung-itung lagi latihan. Di luar dugaan, aku kembali membaca buku dari orang yang pernah menolak bukuku. Pasti ada alasan, hingga akhirnya aku mencoba untuk men-diary-kan kehidupanku.

Gara-gara Sofie Beatrix tulisan ini aku mulai. Diary ini aku mulai. Awas, suatu saat akan aku tuntut Sofie Beatrix buat nerbitin buku-bukuku. Tunggu waktunya....

Ya, Alloh, Gusti Pangeranku...! Jangan jadikan siapapun menjadi alasanku untuk berbuat baik selain karena-Mu.



Continue reading →

Labels