Kamis, 16 Januari 2014
0 komentar
Waduuuh..., dua hari nggak nulis diary. Bisa kena marah sama sang pelatih nich. Mau jadi penulis kok nunda-nunda...! Paling-paling itu yang mau diocehin sama pelatih kita... (mau nggak ya, mbak Sofie jadi pelatih menulisku? atau mbak Asma sekalian...) Nulis dulu achhh, dari pada nggak nulis. Mendingan terlambat dari pada nggak sama sekali (semboyan persatuan para pemalas)...

Rabu, 15 Januari 2014

Pagi baru menjelang. Rencananya hari ini ada kegiatan Kunjugan Industri ke PT. Coca Cola Amatil Indonesia wilayah Sumatra Bagian Selatan. Semua panitia dan guru pendamping sudah aku SMS-in. Intinya mereka harus sudah kumpul dan mulai berangkat jam 7 pagi. Soalnya di lokasi sudah ditunggu jam 9. Maklum, jarak yang lumayan jauh dari sekolah ke industri. Dari SMK N Sukoharjo - Pringsewu ke Tanjungbintang - Lampung Selatan. Perjalanan kira-kira akan makan waktu 3 jam.

Karena lokasi rumahku yang jauh dari sekolah, 2 jam perjalanan pakai angkot/bis, maka aku putuskan untuk menunggu di terminal penitipan motor di Kemiling. Sudahlah, sudah jam 8 belum ada kabar sudah berangkat apa belum. Mendingan datang duluan daripada ditinggalin.

Benar saja, sesampainya di terminal ada kabar bahwa bis sudah meluncur jam 8.15-an. Berarti aku masih ada waktu 1 jam lagi untuk menunggu bis. Beberapa buku sudah aku siapin untuk menemaniku dalam kesendirian menunggu datangnya 'pesawat' sewaan dengan sopir ber-SIM B1. Ada buku mbah Asma, buku mbak Sofie, dan buku baru tulisan dari J. Sumardianta. Gila orang-orang ini, mereka bisa eksis dengan hanya sebuah, dua buah atau lebih buku karya mereka. Nggak perlu jadi presiden untuk hebat. Kecuali Butet Kertarajasa yang banyak memiliki karya yang salah satu julukannya adalah Presiden Dongeng.

Terlihat sosok gelandangan. Aku tawarkan Pagoda Pastiles kepadanya. Awalnya nolak, tapi mau juga akhirnya. Begitu tangannya nyelonong, karuan saja aku tarik, Tangannya yang kotor jangan sampai masuk ke dalam kaleng permen menyengar mulut itu. Bukannya bermaksud menghina, tapi memang tangannya kotor. Takut kalau-kalau kencing nggak cebok, hih.... Akhirnya aku ambilkan saja. Aneh pikirku, makan permen kayak makan krupuk saja. Dikunyah, 'klethak... klethuk...', bener-bener ni bocah. Umurannya sekitar 18-an. Tingginya kira-kira 150-an.

"Mas..., sttstt..." aku pikir suara apa. Anak gelandangan tadi menempelkan jari telunjuk dan jari tengah ke bibirnya. O... anak ini rupanya yang manggil-manggil. Sepertinya dia minta rokok. Aku mendadahkan tangan ringan, "nggak ngerokok..." sahutku. Seandainya dia tahu kalau pria sejati tidak ngerokok, tapi di........?

Aku jadi berpikir, orang kurang waras terus gelandangan pula, kok nggak lupa ya sama rokok, padahal dia lupa sama dirinya sendiri, keluarganya, ke'malu'annya dan segala sesuatu yang dia lupakan. Duh Gusti...!

***

Perjalanan di dalam bis seperti diskotik, seperti tempat karaoke. Hingar bingar dengan suara nyanyian 'nggak bekelas'. Sopinya nggak tahu kalau penumpanggnya semua kaum terpelajar. Sungguh, musik mencerminkan siapa pendengarnya. Artinya kualitas pendengar akan sesuai dengan kualitas yang didengarkan.

Gerakan bis makin kencang. Seperti tak kenal dengan polantas. Hingar bingar tak mau berhenti. Udahlah, yang waras ngalah. Tikungan demi tikungan kami lewati. Sambil diiringai terjangan hujan dan belaian gerimis. Sesekali diterpa lembunya sapaan sang bayu. Tiba-tiba...,

"Huek..., huek...."  Sepotong anak manusia mengeluarkan beberapa ons isi perutnya. Untung dia tadi nggak sarapan kodok. Kerudung satu-satunya yang dibawa basah oleh muntahan. Beruntung anak ini, pasalnya di depannya duduk Bu Lyna yang ternyata membawa kerudung candangan.

Goncongan makin keras. Penumpang seperti dilempar ke kanan dan ke kiri. Jalan rusak dibiarkan saja. Konflik kepentingan tidak membawa kebaikan untuk warga negara. Khususnya masyarakat Lampung. Pemerintah Kota bilang begini. Pemerintah Provinsi bilang begitu. Aku menilai, bahwa kedua pemerintah daerah hanya bermanis-manis di depan rakyat. Padahal mereka seharusnya membela kepentingan rakyat. Termasuk salah satunya adalah perbaikan jalan. Cacat sudah keharmonisan yang diagung-agungkan dalam kampanye-kampanye mereka.... Huh..., kecewa aku.

Selama di perjalanan, terlihat dua buah truk terjerembab ke dalam kubangan air. Nggak tanggung-tanggung lebarnya ngangaan jalan aspal yang rusak. Mungkin kalau ada pembudidaya ikan, mereka akan mengembangkannya menjadi tambak-tambak ikan lele. Kemana pemerintah selama ini. Buta, kan punya kuping. Tuli, kan punya otak. Mikir...., capek dech..., buat ngganti modal 'nyalon' saja masih keteter.

Udahlah, mendingan konsen ke Coca Cola saja.

***

Acara setahap-demi setahap. Guide-nya ternyata nggak bisa masuk kerja hari itu. Katanya abis opname. Semoga lekas sembuk mbak Pipit.

Pak Joko mewakili. Menerangkan kandungan Coca Cola, cara pembuatan, cara pengisian, cara pendistribusian, cara pengolahan air limbah, hingga selesai. Satu hal yang mencerminkan pabrik Coca Cola memang berstandar Internasional adalah diterpakannya ISO. Juga pengolahan limbah yang sesuai dengan peraturan pemerintah. Lain sekali dengan pengusaha-pengusaha lokal, cuek bebek. Sering kita jumpai limbah sudah menghiasi sungai-sungai, menumpuk, memupuk enceng gondok untuk tumbuh subur. Merekalah orang-orang yang katanya mengaku sebagai anak bangsa. Atau anak b-a-n-g-s-a-t? Yang rela menggerus dan merusak alam rumah tinggalnya sendiri. Hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, anak, dan cucunya yang sama-sama kurang akal. Mereka berpikir akan aman dengan kekayaan mereka, dunia milik mereka. Mereka berpikir akan aman dari pertanyaan Malaikat Penjaga Kubur. mungkin mereka akan menyogokknya...! Naudzu billah.

Inilah potret tarik menarik dalam perpolitikan negeri ini. Mereka busuk meski tampak alim. Mereka kasar meski tampak santun. Mereka rakus meski tampak bersahaja. Duh Gusti, jangan Kau azab negeri ini gara-gara ulah 'mereka'...!

Hujan terus berlanjut, meski sudah puas minum Coca Cola dan Frestea tetap saja hujan nggak mau berhenti. Ada satu kalimat dalam papan depan ruang pertemuan. NO CHANGE NO PROGRESS, 'Tiada Kemajuan Tanpa Perubahan'.

Siiip, Mantaaabz, Lanjuttt, biarkan tikus-tikus kantor negeri ini terjebak oleh jebakan tikus yang mereka buat sendiri.

Leave a Reply

Labels