Selasa, 14 Januari 2014

Gara-gara Sofie Beatrix

0 komentar
p4k-- Mungkin ini adalah DIARY pertaku. Nggak tahu apa alasannya tiba-tiba ingin menulis diary. Bisa jadi karena kejenuhanku melewati sisi-sisi gelap kehidupanku. Bisa jadi karena sudah tidak ingin menumpahkan kesedihanku pada orang lain. (Padahal cuma kekasihku yang tahu masalah-masalahku, selain Gusti Alloh tentunya).

Ahad, 12 Januari 2014

Rasa capek nggak menyurutkanku untuk kembali memainkan tuts pada keyboard 'Logitech' di kamar kerjaku. Entah setan mana yang merasuki pikiranku saat melihat beberapa tumpukan buku di atas dipan mbak Awa. Ada keinginan untuk mengulang kembali beberapa bacaan yang sudah lewat jauh setahun yang lalu. Tiga buku turun ke atas kasur. KITAB WRITER PRENEUR, tulisan Sofie Beatrix kembali menusuk alam pikiranku. Aku membelinya tanpa sengaja pada akhir-akhir tahun 2012. Memang sudah cukup lama terlupakan. Pasalnya doi 'Sofie Beatrix' pernah menolak buku yang aku kirim ke Asa Media. Nggak apa-apa lah, mungkin ada yang tertinggal dari bacaanku dulu.

Malam telah melewati jam 00.00, sudah pagi rupanya. Mata masih sulit dipejamkan, padalah besok harus berangkat kerja. Harus ikut upacara bendera sebagai wujud syukur atas nikmatnya merdeka (meski baru merdeka secara fisik). Kita kecil bergambar kepala-kepala siapa, nggak tahu. Terlupakan karena ada beberapa buku yang baru yang belum dibuka dari segel plastiknya. Bahkan capnya pun masih jelas terlihat logo tempat aku membeli buku. A.S. Laksana, wooow..., keren manusia yang satu ini. Sejenak setelah membaca sinopsis dan biodata penulisnya. Ini harus dipaksa tidur. Di luar dingin, maklum hujan sepekan ini begitu memanjakan insan-insan yang memang sudah manja sejak lahir. Tidur dulu ah....,

"BISMIKA ALLAHUMMA AHYA, WA BISMIKA AMUUT"

***

Senin, 13 Januari 2014

Pagi menjelang, seperti biasa 'Monday Habbitually' siap-siap untuk upacara. Hujan sejak subuh tadi, sempat menggelayuti pikiran untuk urung ke kantor. Maklum, untuk perjalanan saja butuh 120 menit kira-kira. Pasca tragedi 26 Juli tahun lalu, sangat berpengaruh pada lamanya perjalanan. Kitab Penulis ala Sofie Beatrix sudah dipastikan masuk ke dalam ransel. Ransum ala kadarnya untuk ganjal perut biar nggak lapar-lapar amat.

Dingin AC bus kian menggigit tulang. Untung saja ada selembar jaket parasut melapisi baju kebesaran PNS-ku. Duduk di samping kanan seorang kakek berpenampilan 'Jaula', nggak tahu siapa namanya. Jenggotnya panjang, warna kulit muka kehitaman, peci melekat di kepalanya, dan sepasang kaca mata nangkring di atas hidungnya yang nggak terlalu mancung.

Di depan duduk seorang wanita cantik, muda, berjilbab. Sesekali mata kami bertemu dalam suasana dingin, lebih dingin dari AC bus pariwisata jurusan Kota Agung. O yaa..., baru ingat, ada sepotong Kitab Penulis di ransel bagian depan. Pikirku, daripada lihat-lihat 'perempuan lain' mendingan lihatin tulisan Sofie Beatrix.

Sebenarnya kitab ini sudah khatam aku baca. Sebagiannya memang menyemangati dan memaksa untuk menulis. Kali ini terbukti, apa yang dikatakan oleh para 'alim. Bahwa untuk paham dengan suatu ilmu harus mengulangnya. Hati saya sangat 'greng' untuk segera mencoba menulis. Ini hasilnya. Semangatnya beda dengan bacaanku tahun lalu. Nggak peduli dengan lantulan lagu-lagu Rinto Harahap yang menemani perjalanku pagi itu. Sengaja sopir memutarnya, mungkin dia punya kenangan dengan lagu-lagu bokapnya mbak Caludia ini. Bodo' lah....

Sampai di BAB 4. Ada sebuah tantangan di halaman 24 untuk membuat sebuah DIARY. Padahal seumur-umur nggak mau atau males untuk buat sebuah cerita hidup. Aku pikir nggak apa-apa, itung-itung lagi latihan. Di luar dugaan, aku kembali membaca buku dari orang yang pernah menolak bukuku. Pasti ada alasan, hingga akhirnya aku mencoba untuk men-diary-kan kehidupanku.

Gara-gara Sofie Beatrix tulisan ini aku mulai. Diary ini aku mulai. Awas, suatu saat akan aku tuntut Sofie Beatrix buat nerbitin buku-bukuku. Tunggu waktunya....

Ya, Alloh, Gusti Pangeranku...! Jangan jadikan siapapun menjadi alasanku untuk berbuat baik selain karena-Mu.



Leave a Reply

Labels